Kami memberikan apresiasi kepada mereka yang telah berperan serta dalam upaya pengendalian tembakau di Indonesia
Jakarta (ANTARA News) - Komisi Nasional Pengendalian Tembakau memberikan empat penghargaan kepada tokoh masyarakat yang dianggap berpengaruh dalam mengendalikan tembakau dan mengurangi bahaya konsumsi rokok di daerah maupun nasional, salah satunya adalah Wali Kota Bogor Bima Arya.

Penghargaan tersebut diberikan dalam acara peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS) 2016 dengan tema "Selamatkan Generasi Muda!" di Museum Kebangkitan Nasional, Jakarta, Jumat.

"Kami memberikan apresiasi kepada mereka yang telah berperan serta dalam upaya pengendalian tembakau di Indonesia. Mereka telah menjadi bagian dalam usaha menyelamatkan generasi muda bangsa ini dari kemunduran besar," ujar Ketua Umum Komnas PT dr. Prijo Sidipratomo.

Keempat tokoh penerima penghargaan dari Komnas PT yaitu:

1. Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto, yang telah mendukung penerapan dan penegakan peraturan daerah (Perda) Nomor 12 Tahun 2009 tentang Kawasan Tanpa Rokok di Kota Bogor dan mendukung penerapan Perda Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Reklame dengan melarang segala bentuk iklan, promosi, dan sponsor produk tembakau di Kota Bogor.

2. Pengusaha ritel asal Yogyakarta, Noor Liesnani Pamella, atas usahanya yang secara konsisten tidak menyuplai dan menjual rokok di tujuh jaringan ritelnya yang tersebar di Yogyakarta sejak tiga belas tahun lalu dengan kesadaran bahwa rokok membahayakan konsumennya.

3. Penyair dan sastrawan Taufiq Ismail, atas dedikasi dan perannya dalam diseminasi informasi pengendalian tembakau melalui karya dan pengabdian.

4. BeritaSatu Media Holdings, yang secara konsisten tidak menerima iklan rokok untuk seluruh grup media jaringannya sejak berdiri pada 2011 di bawah Lippo Group.

Dalam acara tersebut, Prijo juga mendesak seluruh masyarakat terutama para pemangku kebijakan untuk memperhatikan keadaan darurat rokok yang mengancam generasi muda Indonesia saat ini.

Global Youth Survei 2014 menyatakan 20,3 persen anak usia sekolah (13-15 tahun) sudah mengonsumsi rokok. Padahal, generasi inilah yang menjadi bagian dari bonus demograsi yang dinanti bangsa Indonesia pada 2030.

Dalam hal ini, Presiden Joko Widodo melalui Nawacita juga telah berkomitmen menurunkan prevalensi perokok di bawah 18 tahun sebesar 25 persen setiap tahunnya.

Namun, menurut Prijo, saat ini masih terdapat perbedaan pandangan antara kementerian satu dan lainnya dalam menyikapi persoalan rokok di Indonesia.

"Presiden harus bisa menyinkronkan seluruh menteri dan jajaran pemerintah di bawahnya supaya tujuan pengendalian tembakau di Indonesia bisa segera terwujud," ungkapnya.

Pewarta: Yashinta Difa
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2016