Semarang (ANTARA News) - Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi menegaskan "warak ngendog", binatang imajiner yang ditampilkan setiap menjelang Ramadhan merupakan simbol pluralitas warga ibu kota Provinsi Jawa Tengah itu.

"Keberadaan warak ngendog merupakan wujud akulturasi (budaya, red.) Jawa, Arab, dan Tiongkok," kata Hendi, sapaan akrab Hendrar Prihadi di sela Pawai Budaya Dugderan 2016 di Semarang, Sabtu (4/6).

Pawai Budaya Dugderan merupakan agenda tahunan masyarakat Semarang setiap menyambut bulan Ramadhan yang menjadi rangkaian dari kegiatan dugderan yang diisi berbagai kegiatan, utamanya pasar rakyat.

Tahun ini, pawai budaya kembali digelar dengan menampilkan berbagai parade kesenian lokal yang dibawakan 19 kelompok dari 13 perwakilan kecamatan, "drumband" dari Akademi Militer, dan atraksi barongsai.

Tak ketinggalan, setiap peserta mengusung "warak ngendog" yang menjadi ikon Kota Semarang dengan penggambaran wujud perpaduan binatang kambing dan naga, baik dengan mobil hias maupun replika.

Ribuan masyarakat pun menyemut di sepanjang rute pawai budaya Dugderan, mulai dari halaman Balai Kota Semarang menuju Masjid Agung Semarang yang dikenal pula dengan Masjid Kauman Semarang.

Hendi selaku wali kota memerankan Kanjeng Bupati Raden Mas Tumenggung Aryo Purboningrat (Bupati Semarang) yang membacakan suhuf halaqah, yakni keputusan para ulama mengenai awal puasa.

Selama bertahun-tahun, pelaksanaan pawai budaya Dugderan selalu menandai awal puasa dengan pelaksanaan persis sehari sebelum Ramadhan, namun sejak dua tahun belakangan tak lagi menjadi penanda puasa.

Lengkap dengan pakaian kebesaran bupati, Hendi dikawal pasukan berkuda menuju Masjid Agung Semarang, diikuti Wakil Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu, dan jajaran DPRD, SKPD, dan muspida.

Setelah itu, rombongan menuju ke Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT) Semarang untuk menyerahkan suhuf halaqah kepada Raden Mas Tumenggung Probo Hadikusumo yang diperankan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo.

"Warak Ngendog merupakan gambaran perilaku menungso ingkang becik (manusia baik). Ini menjadi komitmen bahwa Semarang wajib dijaga oleh semua warganya. Perbedaan menjadikan Semarang lebih hebat," pungkas Hendi.

Sementara itu, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Semarang Masdiana Safitri mengatakan pawai budaya Dugderan akan terus dilaksanakan untuk menyambut datangnya bulan suci Ramadhan.

"Tentunya, dengan berbagai kemasan yang semakin menarik dan inovatif. Terbukti, yang hadir untuk menyaksikan bukan hanya warga Semarang, melainkan juga warga dari daerah sekitar Semarang," katanya.

Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2016