Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Komisi I DPR RI, TB Hasanuddin mengatakan Kementerian Keuangan seharusnya mendukung upaya pemberantasan penyelundupan, yang dilakukan oleh Badan Keamanan Laut (Bakamla) dengan memberikan anggaran yang cukup bagi Bakamla.

"Jika anggaran minim dan tidak cukup untuk menjalankan program besar pengamanan kelautan baik operasi patroli dan peningkatan kemampuan teknologi surveilance (pemantauan) maka program prioritas Presiden pemberantasan penyelundupan terhambat," katanya di Jakarta, Minggu.

TB Hasanuddin menegaskan Komisi I mendukung penuh dan di belakang Presiden dalam upaya pemberantasan penyelundupan. Perang terhadap penyelundupan yang dilakukan Bakamla di laut dan pelabuhan-pelabuhan tikus dapat mengoptimalkan penerimaan negara ratusan triliun, salah satunya dari penerimaan Bea dan Cukai.

Dikatakannya, perintah Presiden Jokowi kepada Kepala Bakamla dalam Rapat Kabinet dua bulan lalu untuk memberantas penyelundupan memang sudah tepat.

"Tapi jika melihat nota APBNP yang disampaikan kemarin justru kita ragukan komitmen Kemenkeu dalam mendukung program Presiden tersebut. Kemenkeu istilahnya 'gagal paham' bahwa Bakamla ini profit center juga buat negara jika para penyelundup berhasil dipatahkan.

Presiden harus mewaspadai ada pihak-pihak yaitu para oknum-oknum birokrat yang menikmati penyelundupan selama ini dan khawatir jika Bakamla kuat serta operasi-operasinya di laut yang tanpa kompromi, maka dicari akal dengan dilemahkan anggarannya.

"Bayangkan hanya anggaran 300 M setahun untuk mencegah kerugian negara ratusan trilyun dari penyelundupan. Kemenkeu jangan setengah hati mendukung kebijakan presiden," katanya

 "Saya melihat dalam dua bulan kepemimpinan Bakamla yang baru sudah menjalankan perintah Presiden. Ketakutan para penyelundup sudah dirasakan," ujarnya.

Menurut dia kasus penyelundupan ini terlalu banyak. Kalau anggarannya tidak ada kenaikan dan teknologi pengawasannya tidak ditingkatkan, bagaimana bisa pemberantasan itu dapat dilakukan secara tuntas dan sistematis, ujarnya.

Menurut TB Hasanuddin, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) seharusnya mampu menterjemahkan pemikiran Presiden Jokowi saat memberikan intruksi kepada Bakamla. Apalagi, sambung TB Hasanuddin, Bakamla harus mengawasi laut yang luasnya hingga tiga juta kilometer persegi dari Sabang sampai Merauke.

"Jika melihat anggaran Bakamla yang tak mengalami kenaikan, saya berpikir Kemenkeu tidak mendorong sedikitpun prioritas penguatan Bakamla untuk pemberantasan penyelundupan, atau memang ada upaya oknum mafia di internal Kemenkeu yang berusaha menggagalkan upaya Presiden dalam pemberantasan penyelundupan," tutur TB Hasanuddin.

Sebagaimana diketahui, anggaran untuk Bakamla tahun 2016 hanya mendapat alokasi sebesar Rp326,2 Miliar. Bandingkan dengan anggaran untuk dan Badan Intelejen Negara (BIN) sebesar Rp1.592 miliar.

"Sementara itu rencananya dalam APBNP 2016 yang akan datang, Kemenkeu tidak memproyeksikan sama sekali adanya penambahan untuk Bakamla, sementara BIN direncanakan akan mendapat penambahan sebesar Rp500 miliar menjadi Rp2,092 triliun.

Melihat dari fakta itu, TB Hasanuddin berpendapat ketidakadaan pengalokasian anggaran Kemenkeu di sektor penegakan hukum dan keamanan laut adalah contok ketidakmampuan menyelaraskan dengan pemikiran Presiden Jokowi dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat.

"Operasi intelejen memang perlu, tapi demi kedaulatan negara, operasi keamanan laut pun menjadi prioritas pemerintah," demikian TB Hasanuddin.

Pewarta: Feru Lantara
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2016