Jakarta (ANTARA News) - Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Tanah Air kerap kali dibayangi kemungkinan gagal usaha yang demikian besar.

Satu sebab yang jaring disadari adalah masih rendahnya literasi dan inklusi keuangan pada diri para pelaku UMKM tersebut.

UMKM yang merupakan 90 persen pelaku usaha di Indonesia umumnya belum mempunyai kemampuan untuk memahami pengetahuan serta keterampilan untuk mengelola sumber daya keuangan untuk mencapai kesejahteraan.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardjojo mengungkapkan, sejatinya permasalahan dalam menjalankan UMKM tidak sebatas pada manajemen pengelolaan keuangan dan sumber daya yang terbatas semata, namun juga akses permodalan yang dimiliki para pelaku usaha.

Agus mengatakan, rendahnya tingkat literasi keuangan pelaku UMKM menjadi salah satu penyebab minimnya akses lembaga keuangan terhadap sektor tersebut.

Ia menilai para pelaku UMKM cenderung kurang mengerti produk-produk keuangan yang ditawarkan oleh lembaga keuangan lainnya, sehingga hanya mampu bergantung pada pembiayaan perbankan yang manual dan konvensional.

"Hanya 36 persen orang dewasa di Indonesia yang memiliki rekening bank. Jauh di bawah negara-negara tetangga kita. Kami perlu menemukan solusi. Kita saat ini berada di dunia digital, keuangan digital dapat memberikan banyak manfaat," kata Agus.

Di satu sisi menurut dia, UMKM memiliki peran nyata dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, dimana 60 persen perekonomian dan 97 persen ketersediaan lapangan kerja disumbang oleh sektor tersebut.

Faktanya cenderung ironis karena berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), indeks literasi keuangan di Indonesia hanya 21,7 persen. Angka ini tertinggal jauh dibandingkan penetrasi di Filipina sudah di atas 30 persen dan Malaysia 60-70 persen.

Bukan hanya UMKM, tingkat literasi keuangan masyarakat Indonesia khususnya di daerah pedesaan dan daerah-daerah terpencil masih sangat rendah.

Boleh jadi penyebab rendahnya tingkat literasi keuangan di Indonesia antara lain dipicu kurang imbangnya tingkat pertumbuhan industri jasa keuangan dan kesadaran masyarakat terhadap produk keuangan.

Di satu sisi industri keuangan sudah berkembang pesat, ternyata di sisi lain masih saja ada masyarakat yang memilih menyimpan uang di rumah. Padahal idealnya, pemahaman masyarakat atas jasa keuangan seharusnya semakin membaik untuk menghindari diri dari kemungkinan fraud yang merugikan masyarakat.


Cara OJK

Sejumlah cara kemudian dikembangkan untuk mendongkrak tingkat literasi dan inklusi keuangan nasional terutama pada pelaku UMKM di Tanah Air.

Semua menyadari bahwa literasi keuangan yang rendah bisa menjadi jerat kemunduran bagi perkembangan UMKM Indonesia.

OJK misalnya sudah mengembangkan berbagai upaya untuk mendorong semakin meluasnya literasi dan inklusi keuangan dengan melibatkan lembaga keuangan, termasuk perbankan.

Kepala Eksekutif Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK Kusumaningtuti S. Soetiono bahkan mengatakan tingkat literasi keuangan per 2016 bisa naik melebihi 6 persen.

Adapun berdasarkan survei yang dilakukan OJK pada 2013, tingkat literasi atau melek keuangan masyarakat Indonesia mencapai 21,8 persen sedangkan indeks inklusi keuangan sebesar 59,7 persen.

"Dalam blue print sebelumnya minimal ada peningkatan 2 persen dalam setahun, kalau dihitung dari 2013 sampai 2016 berarti minimal 6 persen kenaikannya," ujarnya.

Terkait inklusi keuangan, pihaknya sangat meyakini ada kenaikan karena terindikasi dari penambahan jumlah rekening tiap tahunnya. Tahun lalu, kata Titu, jumlah rekening di perbankan tumbuh 4 persen.

Sementara tahun ini, pihak otoritas menargetkan jumlah rekening perbankan dapat bertambah hingga 5 persen.

Untuk mencapai indeks literasi dan inklusi yang lebih tinggi, Titu mengatakan otoritas telah mengembangkan sejumlah program yang juga turut didukung oleh perbankan, seperti Layanan Keuangan Tanpa Kantor Dalam Rangka Keuangan Inklusif atau Laku Pandai, Simpanan Pelajar (Simpel), pusat edukasi, layanan konsumen, & akses keuangan UMKM (PELAKU), Program Jaring, Laku Mikro, dan lainnya.


Melibatkan Swasta

Literasi dan inklusi keuangan disadari kemudian sulit meluas jejaringnya tanpa melibatkan pihak swasta.

Keterlibatan swasta merupakan sesuatu yang mutlak untuk turut serta mengedukasi masyarakat agar melek lembaga keuangan.

Salah satu perbankan swasta yang memiliki jaringan paling luas di Indonesia, Bank Central Asia Tbk (BCA) misalnya juga membuktikan ada kesadaran perusahaan swasta untuk turut serta mengedukasi masyarakat perihal literasi dan inklusi keuangan.

Perbankan itu terus mendorong upaya peningkatan indeks literasi dan inklusi keuangan masyarakat Indonesia.

BCA bersama OJK melanjutkan komitmennya dalam mengoperasikan Mobil Literasi Keuangan (SiMOLEK) bahkan menjadikannya sebagai kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR) Bakti BCA pilar Solusi Cerdas.

"Sebagai bagian dari industri keuangan di Indonesia, BCA senantiasa berupaya untuk mengambil bagian dalam peningkatan literasi keuangan khususnya di wilayah-wilayah yang belum memiliki infrastruktur yang merata dan baik. Hal ini yang mendorong BCA untuk kembali mengoperasionalisasikan SiMOLEK, dan dimulai dari Jakarta terlebih dahulu. Melalui acara yang berlangsung selama lima hari ini, tentu saja kami berharap dapat mendorong terciptanya masyarakat yang cerdas dalam mengelola keuangan, mengakses informasi, dan menggunakan produk jasa keuangan," ujar Direktur BCA Armand Hartono.

Berbagai fitur dan fasilitas dapat dijumpai pada SiMOLEK, antara lain materi edukasi keuangan mengenai peran dan fungsi OJK dan perbankan, serta berbagai produk perbankan.

Berbagai fitur dan manfaat ini bertujuan untuk meningkatkan awareness masyarakat mengenai literasi keuangan, mendorong dan meningkatkan minat masyarakat menggunakan produk/jasa keuangan, serta meningkatkan kepercayaan masyarakat dalam menggunakan produk/jasa keuangan.

Selain mengoperasikan mobil SiMolek, BCA juga menghadirkan mobil Kas BCA yang memungkinkan masyarakat untuk lebih mengenal berbagai produk perbankan yang telah ada.

Dengan demikian masyarakat dapat semakin memahami manfaat, fitur, hak dan kewajiban, risiko, perhitungan bunga dan denda, serta berbagai pengetahuan perbankan lainnya.

Selain berpartisipasi dalam mengoperasikan SiMOLEK, BCA juga telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan literasi keuangan dan memberikan edukasi solusi perbankan.

Edukasi ini telah dilakukan kepada masyarakat umum tidak terkecuali anak-anak dan keluarga Tenaga Kerja Indonesia (TKI).

Bagi para siswa, BCA mengedukasi dengan mengembangkan produk Simpanan Pelajar (SimPel); bekerja sama dengan Kidzania untuk mengembangkan sarana edukasi perbankan dalam bentuk edutainment; serta memasukkan literasi keuangan dalam program Daycare yang diperuntukkan bagi anak-anak karyawan BCA.

BCA juga mengedukasi anak-anak dan keluarga TKI di Cirebon, Indramayu, serta Sukabumi dan berpartisipasi dalam kegiatan edukasi keuangan bagi TKI di Hongkong.

"Melalui program-program ini kami berharap angka literasi keuangan di Indonesia semakin meningkat dan berdampak positif bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat," kata Armand.

Oleh Hanni Sofia Soepardi
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016