JAKARTA - Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) saat ini tidak hanya mengancam stabilitas perekonomian dan integritas sistem keuangan, tetapi juga dapat membahayakan sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, sehingga pemerintah melalui Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2010 mengatur tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang. 

UU ini merupakan pengganti UU  Nomor 15 Tahun 2002 tentangTPPU sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 yang dipandang perlu disesuaikan dengan perkembangan kebutuhan penegakan hukum, praktik, dan standar internasional.

UU Nomor 8 Tahun 2010 mengatur segala bentuk pencegahan dan pemberantasan TPPU, termasuk di dalamnya adalah pembawaan uang tunai dan instrumen pembayaran lain ke dalam atau keluar daerah pabean Indonesia.  

Dalam pasal 34 dan 35 UU Nomor 8 Tahun 2010 dengan jelas mengatur tentang mekanisme pembawaan uang tunai senilai Rp100 juta atau lebih, baik rupiah maupun mata uang asing, atau instrumen pembayaran lainnya seperti cek, cek perjalanan, surat sanggup bayar, atau bilyet giro ke dalam maupun keluar daerah pabean Indonesia diwajibkan untuk melapor ke Bea Cukai.

Di samping itu,dalam rangka menjaga dan memelihara kestabilan nilai uang rupiah serta dalam rangka pengawasan terhadap lalu lintas peredaran uang termasuk pengawasan terhadap uang palsu, Gubernur bank Indonesia melalui Peraturan Gubernur Bank Indonesia Nomor 4/8/PBI/2002 juga mengatur tentang persyaratan dan tata cara pembawaan uang rupiah yang keluar dan masuk wilayah pabean Indonesia. 

Kasubdit Komunikasi dan Publikasi, Deni Surjantoro pada 16 Juni 2016 menjelaskan bahwa ini merupakan amanah yang diberikan pemerintah kepada Bea Cukai.

“Sebagai bentuk tanggung jawab Bea Cukai kepada negara, maka Bea Cukai menjalankan peraturan titipan tersebut”. Proses pelaksanaannya juga dijalankan secara ketat, prosedural mengikuti ketentuan yang ditetapkan serta transparan. 

Bea Cukai membuat laporan ke PPATK mengenai pembawaan uang tunai dan instrumen pembayaran lain paling lambat 5 hari kerja sejak diterimanya pemberitahuan, termasuk pemberian informasi tambahan mengenai pembawaan uang tunai atau instrumenpembayaran lain tersebut.

Secara prosedural setiap orang yang tidak memberitahukan pembawaanuang tunai, instrumen pembayaran lain akan dikenai sanksi administratif berupa denda sebesar 10% dari seluruh jumlah uang tunai dan/atau instrumen pembayaran lain yang dibawa dengan jumlah paling banyak Rp300 juta. 

Sementara setiap orang yang telah memberitahukan pembawaan uang tunai, instrumen pembayaran lain, tetapi jumlah uang tunai, instrumen pembayaran lain yang dibawa lebih besar dari jumlah yang diberitahukan juga akan dikenai sanksi administratif berupa denda sebesar 10% dari kelebihan jumlah uang tunai dan/atau instrumen pembayaran lain yang dibawadengan jumlah paling banyak Rp300 juta. 

Sanksi administratif tersebut diambil langsung dari uang tunai yang dibawa dandisetorkan ke kas negara oleh Bea Cukai.

Deni menambahkan bahwa khusus untuk orang yang membawa uang tunai rupiah sejumlah Rp100 juta atau lebih ke luar daerah pabean Indonesia wajib melampirkan izin dari Bank Indonesia, sedangkan orang yang membawa uang tunai rupiah sejumlah Rp100 juta atau lebih ke dalam daerah pabean Indonesia akan diperiksa keasliannya lebih lanjut oleh Bea Cukai.

“Ini semua tentunya dilakukan untuk mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang,  menjaga dan memelihara kestabilan nilai uang rupiah serta dalam rangka pengawasan lalu lintas peredaran uang termasuk pengawasan terhadap uang palsu”, pungkas Deni.

Informasi ini terselenggara atas kerja sama dengan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2016