... protes oleh Kementerian Luar Negeri pada setiap penangkapan kapal nelayan asal China adalah dalam rangka Indonesia tidak mengakui Sembilan Garis Putus-putus berikut wilayah perikanan tradisional mereka...
Jakarta (ANTARA News) - Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, mengatakan, Indonesia sudah sepatutnya memposisikan diri sebagai negara yang berkeberatan secara konsisten (persistent objector) atas okupasi China, berdasarkan Sembilan Garis Putus-putus yang mereka ajukan.

"Sementara protes oleh Kementerian Luar Negeri pada setiap penangkapan kapal nelayan asal China adalah dalam rangka Indonesia tidak mengakui Sembilan Garis Putus-putus berikut wilayah perikanan tradisional mereka, " ujar Juwana dalam keterangan tertulis yang diterima, di Jakarta, Selasa.

Menurut dia, penangkapan kapal-kapal nelayan China di ZEEI oleh kapal-kapal instansi Indonesia, di antaranya TNI-AL, selain untuk penegakan hukum juga ditujukan untuk penegakan hak berdaulat.

"Dari sejumlah insiden yang terjadi dan terakhir yang dikejar oleh KRI Imam Bonjol Jumat kemarin para nelayan asal China memasuki wilayah ZEEI bukannya secara tidak sengaja. Bagi para nelayan tersebut sebagian ZEEI dianggap sebagai wilayah tradisional mereka untuk menangkap ikan," ujar dia.

Pemerintah China pun mendukung tindakan para nelayannya dengan mengistilahkan daerah yang dimasuki sebagai perairan perikanan tradisional China. 

China tidak menandatangani UNCLOS 1982 dan mereka memberlakukan dokumen sepihak yang menyebutkan perairan di utara dan barat laut Kepulauan Natuna sebagai perairan perikanan tradisional mereka. Sementara UNCLOS 1982 dan semua hukum laut internasional tidak mengenal istilah perairan perikanan tradisional mereka.

Sudah tiga kali nelayan China dipergoki, dikejar, dan ditangkap di perairan zone ekonomi eksklusif Indonesia karena mengeksploitasi kekayaan ekonomi perairan itu tanpa ijin resmi Indonesia. Setiap kali China selalu protes karena mereka memakai prinsip bahwa perairan itu adalah perairan perikanan tradisional mereka.

"Perairan perikanan tradisional inilah yang menjadi dasar bagi China untuk melakukan klaim atas Sembilan Garis Putus-putus atau Nine Dash Line," kata dia.

Presiden Joko Widodo saat kunjungannya ke Jepang, Maret tahun lalu, menyatakan, klaim China atas Sembilan Garis Putus-putus tidak memiliki basis hukum internasional.

Karena itulah kebijakan luar negeri Indonesia harus dinyatakan secara tegas, yaitu tidak mengakui klaim China atas Sembilan Garis Putus-putus. Indonesia juga berharap agar dalam putusan Arbitrase Filipina melawan China, Sembilan Garis Putus-putus dinyatakan tidak sah berdasarkan UNCLOS 1982.

Sebaliknya posisi pemerintah China memposisikan diri untuk menafikan ZEE Indonesia di wilayah yang diklaim sebagai perairan perikanan tradisional

Sebelumnya, KRI Imam Bonjol-383 menangkap kapal ikan China ilegal, Han Tan Cou 19038, di Laut Natuna, Jumat (17/6), yang disertai kawalan kapal Penjaga Pantai China. 

Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2016