Jakarta (ANTARA News) - Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch Ikhsan Abdullah mengatakan sedikitnya riset di tingkat lokal membuat Indonesia banyak mengimpor bahan baku vaksin yang tidak halal.

"Lebih dari itu, saat kita tidak aktif berinovasi dan melakukan riset sehingga produsen obat asing akan masuk ke Indonesia membawa obat berbahan halal," kata Ikhsan dalam acara Diskusi Publik Indonesia Halal Watch di Jakarta, Selasa.

Menurut dia, perlu kesadaran kolektif sebagai bangsa yang besar dan memiliki pasar besar agar tidak menjadi pasar bagi produk asing. Salah satunya menguatkan riset di tataran lokal yang fokus memproduksi produk halal.

Maka dari itu, Ikhsan berharap agar Undang-undang Jaminan Produk Halal (UU JPH) dapat diterapkan secara berangsur-angsur dan mengakomodasi kepentingan industri farmasi.

UU JPH, kata dia, juga harus tidak membebani dunia usaha yang terkadang belum siap menerapkannya. Misalnya industri obat agar diberikan kelonggaran waktu yang cukup untuk melakukan riset.

Dengan begitu, lanjut dia, industri obat dapat menghasilkan produk dengan titik kritis keharaman yang minimal, bahkan sampai pada level halal.

Diketahui, UU JPH segera memasuki fase mandatory setelah regulasi tersebut disahkan di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Nantinya dalam fase mandatory itu akan mewajibkan industri dan pelaku usaha untuk melakukan sertifikasi halal atas semua produknya.

Pada 2018, UU JPH akan diterapkan sehingga masih ada waktu dua tahun lebih bagi dunia usaha untuk melakukan penyesuaian terhadap aturan pemerintah untuk membuat produk halal.

Penerapan UU JPH itu akan mewajibkan pelaku usaha melakukan sertifikasi halal produk. Hal ini berlaku bagi dunia usaha yang produknya menggunakan bahan haram wajib mencantumkan label haram.

Dia mengatakan, dalam penerapan UU JPH juga harus ditunjang dengan penegakan hukum agar tidak ada tindakan curang yang dilakukan pelaku usaha. Salah satu yang mengemuka belakangan adalah kasus pemalsuan vaksin. Terhadap tindakan seperti ini hukum harus ditegakkan tidak justru mengabaikan penegakan regulasi demi melindungi pelaku usaha.

Pewarta: Anom Prihantoro
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2016