Mantar merupakan salah satu desa yang masuk wilayah Kecamatan Poto Tano, Kabupaten Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat yang berada di atas punggung bukit pada ketinggian 630 meter di atas permukaan laut.

Sejauh mata memandang yang tersaji adalah keindahan. Sejatinya desa wisata Bukit Mantar di "Bumi Undru" Sumbawa Barat itu menyajikan perpaduan panorama alam yang memesona dan hawa dingin khas pegunungan.

Memandang ke arah barat kita bisa menyaksikan gugusan pulau dan keindahan pemandangan alam dengan latar belakang pulau Lombok dan selat Alas.

Pesona lain yang bisa dinikmati dari atas punggung bukit Mantar adalah Pulau Panjang yang membentang seakan membelah laut perairan Selat Alas.

Dari punggung bukit itu kita juga bisa memandang Gunung Rinjani yang terkenal di dunia karena keindahan dan keunikannya.

Dari puncak bukit Mantar kita juga bisa menikmati gugusan pulau-pulau kecil yang dikenal dengan sebutan "Gili Balu" (delapan pulau kecil).

Pulau-pulau yang tak berpenghuni itu adalah Pulau Kenawa, Pulau Mendaki, Pulau Paserang, Pulau Belang, Pulau Ular, Pulau Nako dan Pulau Kalong.

Pulau Kenawa dengan luas 3,80 hektare dan panjang pantai 1,73 kilometer kini cukup dikenal wisatawan nusantara maupun mancanegara.

Pulau Kenawa hanya berjarak 1,63 kilometer dari daratan Pulau Sumbawa. Pulau yang dihiasi padang sabana itu telah dilengkapi fasilitas pennginapan dan pelabuhan wisata.

Karena itu Pemerintah Kabupaten Sumbawa telah menetapkan Desa Mantar menjadi "desa budaya" yang menjadi magnet wisata di "Bumi Undru" (nama lain Kabupaten Sumbawa Barat).

Kendati berada di wilayah terisolir, Mantar merupakan salah satu desa yang cukup dikenal di tingkat nasional, karena desa ini pernah menjadi lokasi pengambilan gambar film "Serdadu Kumbang" garapan sutradara kondang Ari Sihasale yang mengisahkan tentang kehidupan tiga bocah yang hidup dalam kondisi serba kekurangan.

Tokoh masyarakat yang juga Ketua Adat Desa Mantar M Nasir B mengisahkan konon penduduk Desa Mantar merupakan keturunan dari bangsa Portugis yang kapalnya terdampar dan rusak di perairan pantai di bawah Bukit Mantar tahun 1814 yang kini masuk wilayah Desa Tuananga, Kecamatan Poto Tano.

Para penumpang kapal itu terpaksa menetap di Desa Kuang Buser dan Tuananga. Kemudian mereka mendaki lereng bukit dan akhirnya menetap di pucak bukit berketinggian 630 meter di atas permukaan laut yang kini menjadi Desa Mantar.

Untuk menjangkau desa di perbukitan Mantar itu menempuh medan cukup berat. Jalan dengan terjal dan berkelok-kelok menambah sulitnya menjangkau desa yang berada di puncak bukit itu.

Jalan menuju Desa Mantar hanya bisa dilalui kendaraan dengan tenaga penggerak empat roda atau "four wheel drive (4WD ) atau 4X4. Warga Desa Mantar hanya mengandalkan itu.

Di ketinggian 630 meter di atas permukaan laut Desa Mantar kini telah dibangun landasan paralayang dan sejumlah fasilitas penunjang lainnya menggunakan anggaran yang bersumber dari dan tangggung jawab sosial perusahaan (CSR) PT Newmont Nusa Tenggara (NNT).

Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sumbawa Barat H Taufiqurrahman mengatakan akan membangun fasilitas penunjang untuk mendukung keberadaan Desa Mantar sebagai destinasi wisata.

"Kami sudah memperbsiki jalan menuju Desa Mantar guna memudahkan masyarakat dan para wisatawan menjangkau objek wisata tersebut. Jarak sejauh 10 kilometer menuju Mantar kini bisa ditempuh dalam waktu 30 menit, sebelumnya mencapai lebih 1 jam," katanya.

Ia mengatakan para tamu yang berkunjung bisa menginap di rumah penduduk termasuk untuk makan dan minum para wisatawan. Warga bisa menyuguhkan kuliner khas Mantar.

Konsep pembangunan pariwisata di Desa Budaya Bukit Mantar ini akan mengedepankan pariwisata berbasis masyarakat, artinya para wisatawan yang berkunjung ke desa ini bisa menginap di rumah penduduk yang berfungsi sebagai homestay.

Ini akan menjadi sumber pendapatan masyarakat, karena para wisatawan akan membayar penginapan dan makanan yang disuguhkan untuk para wisatawan. Dengan cara ini masyarakat benar-benar akan menikmati dampak pariwisata.

Objek wisata Budaya Bukit Mantar menawarkan suasana perdesaan yang penuh kedamaian.

Tak ada hotel bintang atau restoran mewah, kepada para tamu yang menginap akan disuguhkan menu makanan khas Sumbawa, seperti "sepat" dan "singang" (masakan berbahan ikan).

Oleh Masnun Masud
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2016