Jakarta (ANTARA News) - Lapindo Brantas Incorporated dalam jawabannya atas gugatan yang diajukan oleh Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), menuding gempa tektonik di Yogyakarta sebagai penyebab terjadinya semburan lumpur. Dalam jawaban yang diserahkan pada sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Senin, tim kuasa hukum Lapindo yang diketuai Fauzi Jurnalis menyatakan musibah lumpur yang bermula pada 29 Mei 2006 itu merupakan fenomena alam yang disebabkan aktivitas tektonik, yang berhubungan dengan gempa tektonik di Yogyakarta pada 26 Mei 2006. Untuk itu, pihak Lapindo menyatakan tidak ada perbuatan melawan hukum seperti yang dituduhkan oleh YLBHI. Karena menuding fenomena alam sebagai penyebab terjadinya semburan lumpur, Lapindo menyatakan kejadian itu di luar kuasa dan kemampuan pihaknya, sehingga tidak ada pencemaran dan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh Lapindo. Dalam jawabannya, Lapindo juga menyatakan gugatan yang diajukan oleh YLBHI masih berupa dugaan dan tuduhan semata, karena sampai saat ini belum ada bukti bahwa Lapindo melakukan perbuatan melawan hukum. Selain itu, Lapindo menyatakan belum ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap yang menyatakan musibah lumpur terjadi karena dipicu oleh kegiatan sumur bor mereka. Sampai 28 Februari 2007, Lapindo mengklaim telah mengeluarkan biaya hingga 48 juta dolar AS untuk menghentikan semburan lumpur, di antaranya dengan cara penyumbatan dengan bola-bola beton, dan untuk membayar uang kontrak kepada lebih dari 6.000 kepala keluarga yang permukimannya terendam lumpur. Dalam sidang, pihak Bupati Sidoarjo sebagai tergugat enam juga menyampaikan jawabannya. Bupati Sidoarjo yang diwakili kuasa hukumnya, Djoko Sartono, menyatakan YLBHI tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan kepentingan kelompok korban lumpur Lapindo. Ia juga menilai gugatan YLBHI sangat berlebihan dan didasarkan pada persepsi semata, karena penggugat tidak pernah meninjau langsung ke lapangan. Pada sidang sebelumnya, pihak tergugat satu sampai empat, yaitu Presiden, Meneg LH, Menteri ESDM, dan BP Migas, telah menyampaikan jawaban tentang kewenangan absolut PN Jakarta Pusat untuk memeriksa dan mengadili gugatan tersebut. Majelis Hakim yang diketuai oleh Muchfri menunda sidang hingga Senin, 9 April 2007, untuk mendengarkan jawaban dari tergugat lima, Gubernur Jawa Timur. (*)

Copyright © ANTARA 2007