Jakarta (ANTARA News) - "Pilihlah pekerjaan yang kau sukai, dan tak seharipun kamu bekerja sepanjang hidup," demikian ajaran filsuf Tiongkok, Konfusius, yang kerap dijadikan kata-kata mutiara seseorang di laman-laman daring mereka.

 Agaknya kredo tersebut merasuk benar dengan orang-orang yang menggeluti industri kreatif dan kesenian, mereka yang bisa mendulang rupiah dalam jumlah tak sedikit lewat hal-hal yang mereka gemari, termasuk di dalamnya ilustrator muda asal Solo, Gilang Bogy.

Sulung dua bersaudara putra pasangan Dwi Sulistiyono dan Wenny Triana itu bukan hanya mengantongi pundi-pundi euro lewat karya ilustrasinya, tetapi juga ketenaran karena karyanya diapresiasi oleh perusahaan produsen minuman ringan bersoda, Coca Cola.

Menyambut perhelatan Piala Eropa 2016 di Prancis 10 Juni-10 Juli, Coca Cola Jerman mengeluarkan kaleng edisi khusus yang bersematkan ilustrasi wajah para punggawa Der Panzer yang tak lain merupakan hasil karya Gilang.

Gilang mengaku kegemaran menggambar sudah diasah sejak kecil oleh sang ayah yang kerap mengajaknya menggambar bersama.

"Waktu kecil Ayah saya sering membuat empat kotak di atas kertas gambar, terus kami berdua bergantian menggambar yang ceritanya bersambung, idenya semacam komik lah. Tapi gambar dan ceritanya sederhana, misalkan adegan-adegan robot perang," kata Gilang.

Meski demikian memilih untuk tidak menekuni hal itu secara serius, dan mengaku kini sudah tak lagi memiliki keinginan untuk membuat komik seperti yang pernah terlintas di masa kecilnya.

Sejak itu Gilang lebih sering menuangkan hobi menggambarnya di halaman belakang buku pelajaran sekolah ataupun buku tulis miliknya, demikian terus berlangsung hingga akhirnya ia berkenalan dengan dunia ilustrasi digital.

Pada tahun 2013 Gilang untuk pertama kalinya bersentuhan dengan WPAP, sebuah aliran ilustrasi yang kerap menghiasi halaman majalah remaja Indonesia sejak era 1990-an karya ilustrator Wedha Abdul Rasyid.

"Waktu 2013 itu mulai kenal WPAP, dari salah seorang teman kuliah yang juga gemar dunia ilustrasi digital. Dari situ mulai menekuni WPAP," ujar mahasiswa angkatan 2012 departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Sebelas Maret itu. 

Perkenalannya dengan WPAP tidak serta merta langsung menghasilkan karya yang luar biasa, ia juga lantas bergabung dengan WPAP Community Chapter Solo untuk belajar lebih banyak teknik aliran ilustrasi yang kerap disebut sebagai Foto Marak Berkotak tersebut.

Lantas Gilang mulai rajin mengunggah karya-karya WPAP miliknya lewat laman berbagi foto, Instagram, serta mikroblog Twitter. Ia juga mengunggah karya-karyanya dalam sebuah laman portofolio daring behance.net.

Kegemarannya pada sepak bola belakangan menjadi penunjang karirnya sebagai ilustrator, maka ia lantas iseng-iseng turut mengirimkan karyanya dalam lomba ilustrasi sebuah grup Facebook penggemar WPAP menyambut Piala Dunia 2014.

Waktu itu Gilang mengikutsertakan karyanya, mengilustrasikan penyerang tim nasional Belanda Robin van Persie dalam gaya WPAP. Karya Gilang dinobatkan menjadi juara favorit.

Sejak itu, Robin van Persie dalam WPAP karya Gilang turut menghiasi laman portofolio daring miliknya. Dan masih di tahun 2014, ia mulai mendapat tawaran pekerjaan ilustrator dari luar negeri. Sebuah tawaran dari India datang, namun Gilang gagal mendapatkan pekerjaan tersebut.

"Karena mereka minta pakai rekening PayPal, dan waktu itu saya belum memiliki sementara untuk mengurusnya ternyata tidak cukup tiga hari. Ketika akhirnya PayPal rampung, mereka kirim surel baru yang mengatakan sudah mendapat orang lain untuk mengerjakan proyek tersebut," tutur Gilang.

Pinangan dari Eropa

Setahun berlalu sejak Gilang kehilangan kesempatan bekerja dengan pihak luar negeri, namun itu tak menyurutkan semangatnya terus menggarap ilustrasi WPAP dengan obyek foto-foto orang terkenal, dari penyanyi sampai politisi, dari Raisa hingga Joko Widodo.

Semua karyanya makin menghiasi "ruang pamer" yang ia miliki di dunia maya, hingga sebuah tawaran kembali datang dari Coca Cola Jerman.

"Mungkin mereka melihat hasil WPAP saya yang Van Persie, kemudian dari situ surel masuk meminta saya membuat gambar serupa untuk pemain-pemain yang ada di dalam daftar, 24 orang," kata Gilang.

Gilang menyanggupi hal tersebut dan dalam kurun waktu sekira satu bulan, ia berhasil menyelesaikan pesanan yang diminta kliennya dari Jerman itu. Maka pada pengujung 2015 ia rampung mengirimkan ilustrasi WPAP atas 24 pesepak bola timnas Jerman.

Belakangan jelang Piala Eropa 2016 dimulai, medio Mei, Gilang baru menyadari bahwa karyanya dipakai untuk menghiasi kaleng Coca Cola yang dijual di Jerman. Lewat karyanya, Gilang berkeliling ke setiap kota di negara Sang Kanselir Angela Merkel itu.

Setelah karyanya dicetak dan pihak Coca Cola Jerman mengumumkan kaleng edisi terbatas itu di laman mereka, sebuah tawaran kembali menghampiri kotak pos elektronik milik Gilang.

Kali ini dari sebuah media olahraga yang berbasis di Paris, Prancis, Eurosport, yang menawarinya untuk membuat sejumlah ilustrasi WPAP atas beberapa bintang sepak bola Eropa yang bakal dijadikan fitur jajak pendapat selama Piala Eropa 2016 berlangsung.

Di laman mereka, Eurosport memajang 12 ilustrasi WPAP Gilang atas bintang-bintang timnas yang berlaga di Piala Eropa dan pengunjung bebas memasukkan dukungan mereka terhadap siapapun yang mereka sukai.

"Saya tidak tahu apakah ada hubungannya dengan hasil proyek dengan Coca Cola atau tidak, secara waktunya memang setelah proyek Coca Cola diumumkan hasilnya, tapi bisa juga Eurosport memang mencari lewat portofolio daring," kata Gilang.

Ia mengaku sebagian dari karyanya yang diunggah Eurosport, sebagian ada juga yang merupakan karya lama yang tidak khusus dibuatnya untuk proyek tersebut.

Gilang mungkin akan lebih merasa puas dengan karyanya yang dipajang di laman Eurosport, mengingat  Cristiano Ronaldo (Portugal), Zlatan Ibrahimovic (Swedia), Paul Pogba (Prancis) dan sembilan bintang sepak bola Eropa lainnya hadir dalam versi WPAP sebagaimana khittahnya, warna warni.

Sedangkan karya Gilang yang dilekatkan di kaleng Coca Cola Jerman hanya menggunakan warna hitam putih.

"Warna aslinya identik timnas Jerman, lagipula kalau warna asli sebetulnya lebih keluar gaya identik WPAP," kata Gilang meski menegaskan bahwa dirinya tetap bangga karyanya bisa dipakai oleh merek sekelas Coca Cola.

Apresiasi mahaguru

Jauh sebelum menentukan WPAP sebagai gaya ilustrasi yang ia geluti, Gilang sekilas pernah menyaksikan karya-karya WPAP dalam sebuah tayangan televisi nasional yang menghadirkan WPAP Community Chapter Jakarta sebagai bintang tamu.

"Saya lihat itu apa sih kok gambarnya warna warni, kok keren," kata Gilang mengenang. Namun ia tak melanjutkan rasa penasarannya ke tahap lebih jauh dan membiarkan perkenalannya dengan WPAP berlangsung beberapa tahun kemudian lewat seorang teman.

Jika Gilang baru berkenalan dengan WPAP pada 2013, pertemuannya dengan sang pencipta gaya ilustrasi tersebut berlangsung baru-baru ini, saat Coca Cola Indonesia menggelar sebuah acara untuk "merayakan" keberhasilan Gilang menjadi ilustrator untuk kaleng Coca Cola Jerman.

Di acara tersebut, Wedha juga diundang sebagai salah satu tamu kehormatan mengingat aliran yang diciptakannya menjadi medium bagi Gilang untuk mendapatkan kontrak dengan Coca Cola Jerman.

Dalam sebuah perkenalan dengan Gilang, Wedha segera mengucapkan "Saya seharusnya orang pertama yang mengucapkan selamat ke kamu, tetapi kabar itu terlambat sampai ke saya."

Ucapan serupa juga diulangi Wedha saat ia bergabung dengan Gilang di atas panggung. Berkat pencapaian Gilang, Wedha menilai karya dan aliran WPAP yang ia ciptakan semakin menyebar luas.

"Syukurlah WPAP berkembang pesat, jauh lebih pesat dari yang pernah saya bayangkan," kata Wedha.

Gilang sendiri menilai karya sang pencipta WPAP tetap memiliki nyawa tersendiri yang tak bisa ditiru oleh ilustrator lain yang menggunakan gaya WPAP. Baginya, karya Wedha adalah referensi pertama dan wajib bagi ilustrator yang ingin mendalami gaya WPAP.

"Punya Pakdhe Wedha tetap yang terbaik. Entah kenapa punya beliau seperti lebih hidup, (mungkin) perpaduan warna atau pengambilan faset bidangnya, tapi yang jelas punya Pakdhe Wedha jauh lebih hidup," katanya.

Perhatian pemerintah

Gilang tentu bukan bakat pertama Indonesia di dunia desain grafis yang mendapat apresiasi dari pihak luar, dari Yogyakarta sana Dian Qamajaya menggambar poster pertandingan yang selalu dikeluarkan klub Inggris Liverpool setiap jelang sebuah laga.

Gilang dan Dian hanya sedikit contoh dari betapa industri ekonomi kreatif di Indonesia memiliki kemampuan yang cukup bahkan unggul untuk bersaing dengan pekarya dari mancanegara.

"Semoga dengan pencapaian ini, bukan mau membanggakan karya sendiri ya, tetapi ternyata karya Indonesia bisa dihargai di luar sana, di dunia global. Kan Indonesia bagian dari dunia global, sudah sepatutnya di Indonesia juga dihargai," kata Gilang.

Jika ada satu hal yang mengganjal adalah harapan Gilang bahwa pemerintah Indonesia mau menyempatkan diri untuk lebih serius memperhatikan industri ekonomi kreatif, terlebih Presiden Joko Widodo dalam kampanyenya juga gencar menyebutkan industri ekonomi kreatif.

Salah satu wujud nyata misalnya adalah mendorong pemerintah daerah untuk memberi fasilitas bagi ruang-ruang berkesenian warganya, terutama anak muda.

"Kalau di Yogyakarta itu kan banyak tembok-tembok penuh mural, itu difasilitasi pemerintah. Kami butuh juga buat itu di Solo atau semisal diberi kesempatan melakukan pameran rutin," katanya.

"Dengan ada pameran itu masyarakat tahu adanya sebuah seni, yang kemudian nantinya bisa memiliki nilai jual dan dari situ industri ekonomi kreatif bisa lebih tumbuh," ujarnya menambahkan.

Di luar itu semua, Gilang mengaku memiliki ambisi pribadi untuk membangun sebuah rumah produksi berbekalkan keterampilannya sebagai ilustrator.

Namun sebelum itu semua Gilang yang saat ini masih berstatus mahasiswa jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sebelas Maret, Surakarta, bertekad segera lulus dengan dari perkuliahan yang belakangan ia biayai sendiri dari uang kontrak dengan Coca Cola Jerman itu.

Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2016