Dhaka (ANTARA News) - Kepolisian Bangladesh berupaya memastikan nama kelompok garis keras ISIS penyerang rumah makan di Dhaka, yang menewaskan 20 orang.

Upaya tersebut dilakukan dengan memeriksa apakah jati diri, yang dilakukan teman-temannya di media gaul, benar, kata pernyataan pejabat setempat pada Senin.

ISIS memajang foto lima pejuangnya, yang dinyatakan terlibat dalam pembantaian pada Jumat di daerah diplomatik Dakka, sebagian di antara korban berasal dari Italia, Jepang, India, dan Amerika Serikat.

Tayangan di Facebook itu mengenali tiga dari lima orang tersebut, tersenyum lebar di depan bendera hitam, sebagai Nibras Islam, Rohan Imtiaz, dan Meer Saameh Mubasheer.

Polisi menyatakan bahwa enam pria bersenjata yang tewas, semuanya penduduk setempat dan lima di antaranya dalam pantauan pemerintah. Namun polisi menyatakan bahwa mereka menahan diri sebelum memastikan jati diri anggota kelompok garis keras itu.

Siapa pun bertanggung jawab, serangan pada hari Jumat itu menandai peningkatan dalam skala besar dan kejam oleh kelompok garis keras, yang menuntut diberlakukan hukum Islam di Bangladesh, negara berpenduduk 160 juta orang, yang sebagian besar muslim.

Sebagian dari pria tersebut pergi ke sekolah umum elite di Dhaka, Scholastic, dan melanjutkan kuliah di North South University di wilayah ibu kota dan Monash University di Malaysia, demikian menurut postingan tersebut.

Wakil Komisioner Kepolisian Dhaka, Masudur Rahman, menyatakan petugas sedang memeriksa keterkaitan tersebut.

"Mayoritas bocah yang melakukan serangan di restoran tersebut berasal dari lembaga pendidikan yang sangat bagus. Sebagian dari sekolah-sekolah maju. Keluarga mereka orang baik-baik," kata Menteri Informasi Bangladesh Hasanul Hal Inu kepada televisi India, NDTV.

Polisi menangkap orang ketujuh di restoran tersebut yang diduga memainkan peranan dalam serangan tersebut. Saat ini orang tersebut berada di rumah sakit.

Menteri Dalam Negeri Asaduzzaman Khan percaya bahwa kelompok garis keras setempat bertanggung jawab atas gelombang serangan terhadap kelompok minoritas pada tahun lalu dan sebagian dari mereka turut dalam pembantaian massal pada hari Jumat.

Rencananya, pemerintah akan mencari anggota keluarga para penembak, memeriksa DNA, dan menginvestigasi keterkaitan mereka dengan kelompok organisasi internasional, demikian pernyataan Rahman.

Industri garmen Bangladesh yang nilainya mencapai 26 miliar dolar AS bersiap menghadapi dampak dari serangan tersebut, ada kekhawatiran gerai utama, mulai dari Uniqlo, Marks and Spencer, hingga Gap Inc akan berpikir ulang untuk menginvestasikan modalnya.

Fast Retailing Co asal Jepang selaku pemilik gerai pakaian santai merek Uniqlo akan menghentikan semua, perjalanan ke Bangladesh sangat kritis dan kepada stafnya mereka menyatakan untuk tinggal di dalam rumah.

Menteri Luar Negeri AS John Kerry meminta Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina membantu investigasi.

"Menlu (Kerry) mendorong pemerintah Bangladesh melakukan investigasi sesuai dengan standar tinggi internasional dan mendesak bantuan segera dari penegak hukum AS, termasuk FBI," kata juru bicara Kemenlu AS John Kirby dalam pernyataannya, demikian dilansir Reuters.

(Uu.M038)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016