Jakarta (ANTARA News) - Pengamat politik Timur Tengah dari Universitas Indonesia Dr Yon Machmudi mengatakan dunia Islam harus bersatu menghadapi aksi-aksi terorisme dan menghindari sikap saling mencurigai dalam menyikapi bom bunuh diri di Madinah, Arab Saudi.

"Jelas secara umum yang menjadi korban adalah umat Islam. Bom bunuh diri yang terjadi di pos keamanan dekat masjid Nabawi Madinah dan dua bom lainnya di sebuah masjid di Qatif dan Konsulat Jenderal Amerika Serikat di Jeddah, merupakan aksi terorisme yang terhubung dengan bom-bom lainnya di dunia Islam, seperti di Turki dan Bangladesh baru-baru ini," ujarnya kepada Antara di Jakarta, Selasa.

Menurut Yon, melihat target yang cukup kompleks ini, tampaknya aksi-aksi itu mirip dengan model serangan kelompok ISIS, karena hanya ISIS yang memiliki target luas dan sangat banyak.

Terkait bom di Aran Saudi itu, peraih gelar doktor dari The Australian National University (ANU) Canberra itu menyimpulkan bahwa pertama, kejadian bom yang terjadi di Qatif, di sebuah masjid kelompok minoritas Syiah. Artinya komunitas syiah menjadi target.

Kedua, bom juga meledak di konjen AS di Jeddah. Ini mengindikasikan bahwa AS juga menjadi target serangan bom.

"Dan terakhir bom di dekat masjid Nabawi menargetkan umat Islam yang mayoritas Sunni. Di Madinah pelaku tidak sampai meledakkan diri di tengah-tengah keramaian jamaah tetapi di sebuah pos keamanan dekat Masjid Nabawi," katanya.

Dengan demikian, ujarnya, ada dua target yang berpotensi menjadi korban, pihak keamanan Arab Saudi dan juga jamaah masjid. "Saya kira hanya ISIS yang punya obsesi melakukan teror terhadap AS, aparat negara, umat Islam baik Sunni maupun Syiah," katanya.

Oleh karena itu, lanjut Yon Machmudi, perlu kiranya negara-negara Muslim untuk bersatu menghadapi ancaman terorisme, "Mereka harus bersinergis melawan aksi-aksi terorisme dan bekerja sama secara optimal," katanya.

Ia menambahkan, tentu saja kerja sama ini harus dapat dilakukan secara internal di dalam dunia Islam dengan melepaskan kepentingan-kepentingan AS dan Rusia. Karena, dua negara besar, baik AS dan Rusia, memiliki agenda-agenda lain yang kadang menjadikan dunia saling curiga dan bermusuhan.

Turki, Arab Saudi Iran dan Indonesia bisa duduk bersama membahas masalah-masalah ektrimisme dan terorisme. "Mereka harus melepaskan perbedaan-perbedaan yang ada guna menciptakan perdamaian dan keamanan di dunia Islam," demikian Yon Machmudi.

Pewarta: Arief Mujayatno
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2016