Kisah ritual mudik dan balik atau milir tak jauh dari lirik lagu Koes Plus, kelompok musik tempo doeloe yang populer pada tahun 1970-an, berjudul Kembali Ke Jakarta.

Bagi generasi "tuwir" atau yang kini sudah memasuki usia 50 hingga 60 tahun, pasti ingat lirik lagu berjudul Kembali Ke Jakarta (Di sana rumahku, Dalam kabut biru, Hatiku sedih di hari Minggu. Di sana kasihku, berdiri menunggu, di batas waktu yang telah tertentu).

Lantas, lirik berikutnya Ke jakarta aku kan kembali, Walaupun apa yang kan terjadi. Dan seterusnya. Bagi pemudik, pada penghujung arus milir atau balik, lagu tersebut bisa dijadikan inspirasi betapa hebatnya perjuangan orang tua tempo dulu ketika melakukan ritual mudik dengan segala keterbatasan transportasi dan komunikasi (tanpa telepon genggam, HP). Pemudik akhirnya harus balik karena tuntutan perbaikan nasib. Tenaga dan uang dikerahkan untuk sebuah ritual tahunan itu.

Yang menarik, Minggu (11/7) malam adalah masa perjuangan seluruh Aparatur Negara Sipil - yang sebelumnya lebih dikenal sebagai pegawai negeri sipil atau PNS - yang berjuang dan sudah harus berada di lokasi permukimannya. Bagi ASN yang tengah berada di kampung halaman menikmati libur mudik Lebaran 2016 sudah diimbau agar segera kembali ke kota, tempat mereka bekerja.

Tidak ada toleransi bagi ASN untuk menghindari tanggung jawabnya sebagai abdi negara dengan mengulur waktu berlibur. Atau mencari akal-akalan sakit di kampung, minta izin kepada atasan lantaran ada urusan keluarga dan sebagainya.

Pada Senin (12/7), seperti juga tahun-tahun lalu, diberlakukan absen khusus. Masing-masing kementerian akan diawasi oleh Irjen-nya, seberapa jauh tingkat kedisiplinan ASN pada hari pertama pasca-Lebaran. Jika kedapatan ASN tak masuk tanpa disertai alasan kuat, mangkir tanpa alasan, sanksi akan dijatuhkan.

Berat atau ringannya sanksi yang dijatuhkan kepada ASN tergantung dari derajat kesalahan yang dilakukan. Demikian juga beberapa perusahaan, sudah ada yang harus melakukan aktivias pada Senin (11/7).

Jika demikian, rasa rindu dengan anggota keluarga, kampung halaman dan panorama kampung halaman yang sudah terobati itu harus dibayar mahal dengan perjuangan kembali ke kota tempat bekerja.

Dalam sejarah mudik dan arus balik, yang banyak mendapat sorotan publik adalah pemudik dan balik/milir warga Jakarta. Pihak kepolisian memperkirakan pemudik Jakarta ke berbagai daerah di pulau Jawa mencapai dua juta orang. Namun secara kasat mata, dengan "bejibunnya" kendaraan pribadi menjelang dan pasca-Lebaran, di sejumlah ruas jalan tol, bisa jadi angkanya mencapai tiga juta.

PT Jasa Marga menyebut puncak arus mudik terjadi pada Jumat (1/7) hingga Minggu (3/7/2016). Ribuan pemudik melintasi jalur tol Jakarta-Cikampek. Diperkirakan lalu lintas kendaraan menuju Cikampek dari Gerbang Tol (GT) Cikarang Utama lebih dari 120 ribu, meningkat sekitar 3 persen dibanding puncak mudik tahun lalu sekitar 119 ribu kendaraan.

Perusahaan pelat merah itu sempat menggratiskan tarif tol di Gerbang Cikarang Utama Jakarta-Cikampek kepada sekitar 500 pengendara guna mengurai antrean kendaraan, Minggu sore.

Hal itu atas permintaan dari kepolisian untuk memperlancar antrean pada pukul 16.15-16.25 WIB empat gardu di Gerbang Tol Cikarang Utama dibebaskan dari tarif tol. Penggratisan tarif tol itu hanya diberlakukan sekitar 10 menit untuk 400 hingga 500 unit pengendara dari arah Cikampek menuju Jakarta.

Bagi warga Jakarta yang tidak mudik pada Idul Fitri 1437 H, umumnya mendatangi Jakarta Fair Kemayoran 2016, Taman Mini Indonesia Indah, Ancol, Monas, Ragunan dan objek wisata lainnya. Para pengunjung mengaku merasa gembira dan terhibur dengan membawa anggota keluarganya ke lokasi wiasata tersebut.



Sidak seremonial



Secara seremonial, juga seperti tahun lalu, para pejabat akan melakukan inspeksi mendadak (Sidak). Menteri, gubernur, bupati hingga wali kota dan jajarannya akan melihat ruang-ruang kerja para karyawan pada hari pertama seusai libur Lebaran.

Biasanya, tingkat kedisiplianan pegawai akan dilihat dari daftar hadir. Lantas disusul dengan pengumuman dengan menyebut instansi yang tingkat kehadirannya bagus, sedang atau buruk.

Padahal, Minggu malam itu juga para ANS, para pegawai badan usaha milik negara/daerah dari seluruh Indonesia yang baru saja menyelesaikan libur mudik Lebaran masih berjibaku dengan segala kesulitannya di tengah perjalanan untuk mencapai kota, di mana mereka bekerja.

Dari sisi kemacetan lalu lintas, antrean arus balik warga tidak kalah parahnya dengan arus mudik. Sejumlah warga yang menggunakan pesawat udara sedikit merasa nyaman, karena mereka membeli tiket mudik (pulang-pergi/pp) jauh-jauh hari. Demikian juga bagi yang menggunakan kereta api. Namun ketika mereka melanjutkan perjalanan menggunakan kendaraan roda empat dan dua, rasa nyaman terasa sirna.

Upaya pemerintah memang patut diacungi jempol, memperbaiki layanan gratis bagi pemudik yang menggunakan motor. Layanan seperti itu, seharusnya sudah ditingkatkan lebih besar lagi mengingat pertambahan jumlah penduduk kota besar dan pekerja tidak dapat dielakkan lagi.

Ritual mudik menarik dicermati. Sebab, efek dominonya cukup besar. Dari sisi ekonomi, pengusaha yang bergerak di sektor jasa transportasi (penerbangan, kereta api, kapal laut dan darat) jelas paling banyak menikmati keuntungan. Namun harus diakui suara minor masih terdengar lantaran rasa nyaman bagi pemudik belum optimal.

Belum lagi sektor pariwisata, kuliner hingga jasa pembaca doa di tempat pemakaman umum. Peredaran uang (receh) saat Idul Fitri saat itu tak lagi terpusat di Ibukota. Semua menikmati "kue" Lebaran.

Sampai Minggu malam, secara umum upaya Menteri Perhubungan Ignasius Jonan yang mendukung rangkaian jalannya ritual mudik dan milir patutlah diberi apresiasi. Ia lebih menitikberatkan agar tingkat keselamatan warga dalam melakukan perjalanan lebih diutamakan. Sehingga, kasus kecelakaan dapat dieliminir dan tidak ada yang menonjol.

Memang ada catatan yang harus diperhatikan untuk perbaikan penyelenggaraan mudik dan milir ke depan, agar seperti kasus meninggalnya 13 orang sebagai dampak dari kemacetan di Brexit (Brebes Exit) atau pintu tol Brebes di Jawa Tengah, pada 3-5 Juli 2016, tidak terulang lagi. Jatuhnya korban jiwa yang bertepatan dengan momen mudik Lebaran sempat mendapat perhatian negara asing.

Menteri Koordinasi Politik, Hukum dan Keamanan Luhut B Panjaitan meminta maaf atas terjadinya musibah mudik yang merenggut korban jiwa saat kemacetan panjang di Brebes, Jawa Tengah.

Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo atas nama pemerintah juga menyatakan permintaan maaf terkait layanan mudik pada 2016, terutama terjadinya musibah kemacetan panjang di Brebes, Jawa Tengah yang merenggut korban jiwa.

Mudik memang memiliki pernak-pernik menarik. Suka dan duka menyatu dalam memperkuat silaturahim. Semua perasaan di jiwa itu membaur. Seperti diungkap Koes Plus, Pernah kualami, Hidupku sendiri, Temanku pergi dan menjauhi. Lama kumenanti, Ku harus mencari, Atau ku tiada dikenal lagi. Ke Jakarta aku kan kembali. Walaupun apa yang kan terjadi ..... Ke Jakarta.

Oleh Edy Supriatna Sjafei
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2016