Jakarta (ANTARA News) - Imam Subali, orangtua korban vaksin palsu di RS Harapan Bunda, Jakarta Timur, mengaku tak pernah curiga pada dr Indra. Sosok dr Indra yang sudah sepuh dan profesional samasekali tak menyiratkan bahwa ia tega menyuntikkan vaksin palsu pada buah hati Imam yang lahir beberapa minggu lalu. 

"Kami lihat ada beberapa dokter spesialis anak di situ. Saya sepakat dengan istri memilih dr Indra. Pemberian vaksin pun lewat dia. Secara fisik, kami melihat dia sudah sepuh, mapan," ujar Imam, kepada ANTARA News di Jakarta, Selasa siang. 

Mendengar informasi sang dokter menjadi tersangka praktik peredaran vakin palsu, jelas membuat Imam tersentak. Aparat kepolisian menegaskan, Indra Sugiarno merupakan salah satu dari tiga dokter yang ditetapkan sebagai tersangka.

Sekalipun awalnya tak pernah curiga, Imam akhirnya yakin tak ada alasan sang dokter menyangkal semua tuduhan. Apalagi berdalih tak tahu kalau vaksin yang ia berikan ternyata palsu.

"Lama-lama begitu tahu informasi RS Harapan Bunda mengoplos botol vaksin, otomatis saya yakin dr Indra tahu," tutur Imam. Sejak namanya terseret dalam kasus vaksin palsu, lanjut Imam, dr Indra tak lagi bisa dihubungi. 

"Sejak kasus mencuat, dr Indra tidak bisa lagi saya hubungi," kata Imam. Kemudian, mengenai adanya program vaksinasi ulang dari pemerintah, Imam mengaku tak ingin terburu-buru mengikutsertakan anaknya. Saat ini, dia fokus pada ada atau tidaknya dampak vaksin palsu bagi buah hatinya. 

"Saya tidak akan terburu-buru vaksinasi ulang. Saya akan fokus dulu ke dampak, cairan yang dimasukkan ke tubuh anak saya, berbahaya atau tidak," kata Imam. 

"Kita tidak tahu steril kah bahan-bahan yang digunakan," tambah dia. Selain itu, sekalipun IDAI telah menyatakan tak ada efek buruk dari vaksin, Imam mengaku ingin pernyataan itu dinyatakan secara tertulis. 

"Kami tidak tenang kalau sifatnya hanya lisan. Kami meminta Parlemen mendorong Kementerian Kesehatan, BPOM, IDAI, menyatakan (tak ada efek buruk vaksin palsu) secara tertulis. Agar kami tenang," kata Imam.

Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2016