Jakarta (ANTARA News) - Proklamator kemerdekaan Republik Indonesia dan sekaligus presiden pertama negeri ini, Soekarno, pernah berkata 'Jas Merah, jangan sekali-kali meninggalkan sejarah."

Semboyan itu tampaknya cocok dengan usaha Iman Brotoseno dan Raam Punjabi untuk mengingat kembali sejarah yang telah diukir oleh tiga Srikandi dalam mengharumkan nama Indonesia.

Pada 1988 Sang Saka Merah Putih berkibar di ajang bergengsi olahraga sedunia pada Olimpiade Seoul. Jutaan mata tertuju pada tiga atlet perempuan asal Indonesia yang berhasil menaklukan banyak negara di cabang panahan.

Tiga atlet yang kemudian terkenal dikenal sebagai 3 Srikandi ini mencatatkan sejarah olahraga tanah air. Nurfitriyana, Lilies Handayani dan Kusuma Wardhani berhasil mengukir prestasi dengan mempersembahkan medali pertama Olimpiade untuk Indonesia.

"Produser tugasnya lebih penting adalah mencarikan tema-tema film yang baru, dan menurut saya, saya pribadi merasa sangat berhasil," kata Raam Punjabi, produser "3 Srikandi", dalam temu media peluncuran 3 Srikandi, di Jakarta, beberapa jam lalu.

"Mudah-mudahan film ini juga akan membuat penonton kita terbangkit jiwa nasionalismenya, terbangkit juga keinginannya untuk berbuat sesuatu di negeri ini, seperti apa yang diperbuat oleh tiga pemanah aslinya dan diduplikat oleh pemain-pemain top di bawah arahan sutradara Iman Brotoseno," sambung dia.

"3 Srikandi" di layar lebar

Film "3 Srikandi" menghadirkan barisan aktor dan aktris ternama Indonesia. Bunga Citra Lestari memerankan Nurfitriyana, Chelsea Islan sebagai Lilies, dan Tara Basro sebagai Kusuma, sedangkan aktor Reza Rahardian didapuk sebagai Donald Pandiangan, pelatih ketiga srikandi.

Film yang akan tayang mulai 4 Agustus ini bukan hanya film seputar dunia olahraga, namun juga tentang keluarga dan arti perjuangan dalam mengejar mimpi sebagai atlet.

Nurfitriyana atau Yana adalah atlet muda yang tidak mendapat dukungan menjadi atlet. Ayahnya menentang keras dia untuk menekuni profesi atlet panahan, dan sebaliknya menuntut Yana menyelesaikan skripsinya.

Sementara itu, Lilies, atlet asal Surabaya, memang dibesarkan oleh keluarga atlet. Diceritakan dalam film, tantangan muncul ketika orang tuanya menentang hubungannya dengan Denny (Mario Irwansyah) yang juga atlet.

Ibu Lilies khawatir profesi atlet tidak memberi kehidupan yang layak kepada putrinya. Ibu Lilies berusaha menjodohkan Lilies dengan seorang pengusaha kaya raya di daerahnya.

Selanjutnya, Kusuma, atlet asal Makassar, selalu tekun berlatih walau kondisi ekonomi keluarga tidak mendukung. Dalam film dia diceritakan bekerja sebagai pelayan toko. Karena shift kerja membatasinya untuk berlatih, dia kemudian memutuskan mengundurkan diri.

Pada hari dia harus mengikuti seleksi Pelatnas di Jakarta, Kusuma diterima sebagai pegawai negeri sipil. Ayahnya meminta dia melupakan mimpi menjadi atlet, namun Kusuma teguh pada pendiriannya untuk membela Indonesia pada Olimpiade.

Mereka bertiga kemudian bertemu di seleksi Pelatnas dan terpilih menjadi tiga wakil Indonesia di cabang panahan dalam Olimpiade Seoul. Konflik muncul ketika ketiganya bersama Donald Pandiangan, menjalani pelatihan di Sukabumi.

Di bawah pelatih yang dikenal sebagai Robin Hood Indonesia itu, 3 Srikandi ditempa dengan gaya latihan yang unik. Karakter Bang Pandi, begitu dia sering disapa, yang tegas dan keras justru menjadi menarik ketika harus ditemukan dengan tiga perempuan muda.

Adegan 3 Srikandi mencuri kesempatan untuk sekedar mencari udara segar di luar tempat pelatihan, dan adegan Donald menghukum ketiganya saat melakukan kesalahan menjadi bumbu sedap film ini.

Ditambah dengan cerita dan karakter para 3 Srikandi yang berkembang, menjadikan kemajuan film yang memiliki komposisi 70 persen fakta dan 30 persen rekayasa itu semakin meningkat setiap menitnya.

Menggugah generasi muda

Tak disengaja, peluncuran film ini bertepatan dengan bertolaknya kontingen atlet Indonesia menuju Olimpiade 2016 di Rio De Janeiro, Brasil yang tentu membuka kenangan ketiga srikandi 28 tahun silam saat mengikuti gelaran olah raga tingkat dunia itu.

"Film ini merupakan sejarah, kami sebagai sejarah pembuka pintu gerbang untuk mencapai medali emas karena selama 36 tahun Indonesia baru pertama kali mendapatkan medali," kata Lilies.

Keberhasilan 3 Srikandi itu nampaknya tidak banyak diketahui oleh sebagian besar generasi muda, termasuk salah satu pemeran utama film ini, Tara Basro.

"Jujur, sebelumnya belum tahu tentang '3 Srikandi', tapi setelah tahu jadi bangga banget ternyata perempuan-perempuan Indonesia sangat-sangat kuat dan inspiring," ujar dia.

"Sangat bersyukur dapat ambil andil dalam sejarah 3 Srikandi Indonesia, pengennya setelah ini banyak generasi-generasi lebih muda untuk bisa lebih tertarik lagi dengan panahan, dan menang Olimpiade lagi," lanjut dia.

Hal senada disampaikan Chelsea Islan. "Film ini, selain mengedukasi juga menghargai para atlet-atlet nasional juga. Mudah-mudahan banyak yang termotivasi juga dari perjuangan 3 Srikandi," kata dia.

Lilies sendiri merasa film ini wajib ditonton oleh semua kalangan, bukan untuk atlet panahan semata, tetapi juga untuk semua atlet di Indonesia, di semua lini, karena mengajarkan berusaha atau pun apa pun yang berkaitan dengan pencapaian kesuksesan.

"Dalam film ini ada perjuangan, masalah pasti banyak, semua lini pasti ada masalah, namun kita tidak melihat masalah, justru mencari solusi untuk memperjuangkan apa yang kita inginkan," tutur dia.

Keyakinan Lilies inilah yang membuat aktor Reza Rahardian tersentuh, dan meyakinkannya bahwa film ini memiliki nilai lebih dari apa yang dia pikirkan.

"Semoga di panahan tumbuh terus atlet-atlet yang bisa mencetak prestasi-prestasi lagi, saya juga berharap bahwa film ini dapat   diterima di masyarakat tentunya," kata Reza.


Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2016