Jakarta (ANTARA News) - PT Pertamina Hulu Energi, anak usaha PT Pertamina (Persero), memproyeksikan produksi gas hingga akhir 2016 mencapai 725 juta kaki kubik per hari (MMSCFD), naik dibandingkan realisasi tahun lalu sebesar 678 MMSCFD.

"Hingga semester I, produksi gas bahkan telah melampaui target, yakni sebesar 728 MMSCFD. Faktor pendorong peningkatan produksi gas dari on stream-nya Senoro Toili dan tambahan akuisisi Blok NSO/B," ujar Direktur Utama Pertamina Hulu Energi (PHE), Gunung Sardjono Hadi, di Jakarta, Senin.

Untuk minyak, PHE belum akan meningkatkan produksi karena kondisi harga minyak yang relatif masih rendah. Hingga akhir tahun, produksi minyak dipatok 62.613 barel oil per day (BOPD), lebih rendah dibandingkan produksi tahun lalu 66.302 BOPD.

Menurut Gunung, PHE tetap menjaga profil di semua anak usaha dengan cara shifting. Misalnya, pengeboran pengembangan yang mahal dipindahkan ke kerja ulang (work over) sehingga biaya lebih murah, tetapi berkontribusi pada produksi.

"Shifting juga dilakukan dari minyak ke gas. Minyaknya memang turun, tetap gas naik sehingga secara ekuivalen tetap naik," kata dia.

Gunung mengatakan PHE masih akan fokus pada blok-blok yang masih menjadi andalan untuk memberikan kontribusi besar seperti PHE Offshore North West Java (ONWJ) dan PHE West Madura Offshore (WMO). Sedangkan lapangan yang berpotensi memberikan kontribusi produksi tambahan dalam dua-tiga tahun mendatang adalah Lapangan Senoro Toili, Jambi Merang dan hasil akuisisi Blok NSO/B untuk peningkatan produksi gas.

Saat ini, PHE memiliki 57 anak perusahaan, tujuh perusahaan patungan dan dua perusahaan afiliasi yang berada di dalam negeri maupun luar negeri. Anak perusahaan, perusahaan patungan, dan perusahaan afiliasi PHE melakukan kegiatan usaha di kegiatan usaha hulu (upstream) migas (termasuk gas metana batubara dan migas non-konvensional) di dalam negeri dan luar negeri, maupun kegiatan usaha hilir. Sebanyak 21 anak perusahaan PHE juga tercatat sebagai operator di masing-masing wilayah kerja migas hulu.

Gunung mengatakan kinerja PHE secara keseluruhan cukup baik di kondisi krisis karena perseroan memiliki strategi untuk survive. Segala upaya dikomunikasi dan secara sinergis dilaksanakan untuk meningkatkan produksi dan pada akhirnya mendongkrak pendapatan.

Strategi efisiensi, lanjut dia, menjadi penekanan utama saat ini. Tidak hanya pada hal-hal yang terkait langsung dengan operasi dan produksi, namun juga pada jajaran fungsi dukungan bisnis strategis. Semua lini perusahaan wajib menerapkan efisiensi sejauh tidak mengganggu penerapan "health safety security and environment".

Ketua Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat, Gus Irawan Pasaribu mengatakan setiap prestasi tentu patut diapresiasi. Bahkan, tidak hanya untuk produksi gas, produksi minyak PHE juga diharapkan bisa ditingkatkan.

"Jangan karena harga rendah produksi tidak dioptimalkan. Jika produksi minyak dalam negeri rendah tentu akan memperbesar impor. Setiap impor tentu akan menguras devisa yang pada gilirannya akan memperlemah rupiah," ungkap dia.

Menurut Gus Irawan, Pertamina sebagai BUMN, dituntut untuk ikut berkontribusi menciptakan kestabilan ekonomi makro, termasuk kestabilan rupiah.

Direktur Eksekutif Reforminer Institute, Komaidi Notonegoro menilai PHE memiliki beberapa lapangan yang memungkinkan untuk meningkatkan produksi, misalnya ONWJ dan WMO yang sudah diambilalih Pertamina. Di tengah kondisi saat ini, lanjut Komaidi, hanya Pertamina yang berkomitmen untuk meningkatkan produksi. Bahkan, Pertamina cukup agresif mengeluarkan investasi untuk eksplorasi.

Pewarta: Faisal Yunianto
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016