Kairo (ANTARA News) - Kementerian Luar Negeri Mesir menyuarakan penolakan atas laporan belum lama ini dari Kantor Urusan Dalam Negeri Inggris yang menawarkan suaka politik buat anggota senior dan pendukung Ikhwanul Muslim, yang saat ini dilarang di negara Arab tersebut.

"Apa yang telah dikeluarkan oleh Kantor Urusan Dalam Negeri Inggris berkaitan dengan Ikhwanul Muslimin meliputi tanda yang kami anggap tidak positif, dan kami anggap tidak memiliki dampak positif pada hubungan Mesir-Inggris," kata Menteri Luar Negeri Mesir Sameh Shoukry, yang dikutip kantor berita MENA, Selasa (9/8), lapor Xinhua-OANA.

Kantor Urusan Dalam Negeri Inggris belum lama telah mengeluarkan dokumen setebal 22 halaman dengan judul "Country Information and Guidance - Egypt: Muslim Brotherhood". Dokumen itu berisi suaka politik di Inggris buat anggota Ikhwanul Muslimin Mesir yang terancam "hukuman".

Laporan tersebut mengatakan Ikhwanul Muslimin telah dinyatakan sebagai organisasi teroris di Mesir dan anggotanya mungkin dihukum, dan merujuk kepada anggota dan loyalis yang ditahan, cedera atau tewas setelah penggulingan militer pada 2013 atas presiden Mesir Mohamed Moursi, yang berorientasi pada Ikhwanul Muslimin.

Menteri Luar Negeri Mesir itu mengatakan laporan Inggris tersebut dilandasi atas "asumsi tanpa dasar", demikian laporan Xinhua. Menteri itu menolak pernyataan di dalam laporan tersebut bahwa Lembaga Kehakiman Mesir tidak melakukan peradilan yang adil buat pendukung dan anggota Ikhwanul Muslimin.

Dokumen Kantor Urusan Dalam Negeri Inggris menawarkan suaka buat anggota senior Ikhwanul Muslimin, pendukung atau mereka yang dianggap mendukung kelompok terlarang di Mesir tersebut, seperti wartawan, yang mungkin menghadapi resiko yang sama yaitu hukuman. "Dalam kasus semacam itu, pemberian suaka akan layak."

Namun laporan tersebut tidak memasukkan anggota Ikhwanul Muslimin atau pengikut yang menghasut kerusuhan anti-pemerintah atau mendesak perang melawan pemerintah saat ini.

Mesir telah menghadapi tekanan Barat sejak penggulingan Moursi pada Juli 2013 dan penindasan keamanan yang selanjutnya dilakukan atas pendukung Moursi, yang menewaskan 1.000 orang dan membuat ribuan orang lagi ditangkap dan menghadapi pengadilan massal.

Sejak itu, serangan teror anti-pemerintah meningkat dan menewaskan ratusan polisi serta prajurit militer, kebanyakan dari serangan tersebut diakui oleh kelompok gerilyawan yang berpusat di Sinai dan setia kepada kelompok IS.

Pemerintah Presiden Abdel-Fattah As-Sisi, yang memimpin penggulingan Moursi dan berorientasi kepada militer, mampu memperbaiki hubungan dengan sebagian besar negara Barat, dan akhirnya membuat Amerika Serikat melanjutkan bantuan militer tahunannya sebesar 1,3 miliar dolar AS buat Mesir dan Prancis menjual senjata dengan nilai miliaran dolar AS kepada Mesir.
(Uu.C003)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016