Surabaya (ANTARA News) - Perekonomian Jawa Timur (Jatim) diperkirakan makin terpuruk, jika pemerintah tidak segera melakukan langkah-langkah konkret untuk memperlancar akses transportasi di kawasan Porong, Sidoarjo, setelah akses jalan dan rel Kereta Api (KA) di kawasan itu terendam lumpur dari proyek PT LApindo Brantas Inc. Ketua Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Jatim, Isdarmawan Asrikan, di Surabaya, Selasa, mengemukakan bahwa sektor riil yang belakangan ini belum menunjukkan pertumbuhan yang menggembirakan, kini harus menghadapi hambatan akses jalan. Akses Jalan Raya Porong, Sidoarjo, serta jalur KA yang melintasi kawasan tersebut sejak beberapa hari terakhir terhambat akibat luapan lumpur. Bahkan, jalur KA yang terendam sekitar 50 centimeter tidak dapat dioperasikan karena dinilai membahayakan untuk perjalanan KA. Sekitar 40 perjalanan KA melintasi kawasan Porong, terpaksa dibatalkan. Menurut Isdarmawan, sektor riil selama ini belum menunjukkan perkembangan yang menggembirakan kendati pemerintah melalui Bank Indonesia telah menurunkan suku bunga (SBI). Tingkat suku bunga kredit perbankan tetap saja masih tinggi, sekitar 15 persen. Akibatnya, dana perbankan yang sedianya dikucurkan untuk kredit ke masyarakat banyak yang tidak terserap. "Menurut data BI, di Jatim ada Rp17 triliun dana kredit perbankan yang tidak terserap," ujarnya. Oleh karena itu, ia menilai, luapan lumpur di kawasan Porong menjadi ancaman sangat serius bagi perekonomian Jatim jika tidak sesegera mungkin dicarikan solusinya. Isdarmawan mengemukakan, sejak ditutupnya jalan tol Porong akibat luapan lumpur dan ledakan pipa gas Pertamina sebelumnya, distribusi berbagai komoditi di Jatim telah mengalami hambatan karena hanya mengandalkan akses Jalan Raya Porong. Kini menjadi lebih parah setelah akses jalan yang menjadi tumpuan bagi kelancaran arus barang, utamanya dari dan ke Pelabuhan Tanjung Perak, tersebut terendam lumpur. Padahal, sekitar 1.000 petikemas ekspor setiap hari mengandalkan akses Jalan Raya Porong untuk keluar masuk Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. Data dari Dinas Perindutrian dan Perdagangan Jatim, nilai ekspor nonmigas Jatim ke sejumlah negara selama 2006 mencapai 8,51 miliar dolar AS dengan volume sekitar 6,47 juta ton, sedangkan pada 2005 sekitar 7,11 miliar dolar AS dengan volume mencapai 6,16 juta ton. Ekspor non-migas Jatim pada 2007 diharapkan bisa meningkat antara 10-15 persen dari 2006. "Namun, kalau melihat kondisi riil saat ini, tantangannya cukup berat. Mudah-mudahan pemerintah segera mencarikan solusi terbaik, utamanya dalam memperlancar arus barang," kata Isdarmawan menambahkan. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007