Jika ingin membudidayakan lahan gambut untuk `palm oil` dan petani dilibatkan, maka yang paling baik adalah konsep inti plasma karena petani bisa menikmati produktivitas yang bagus seperti yang dinikmati perusahaan,"
Kuching (ANTARA News) - Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menyatakan bahwa salah satu upaya untuk mengelola lahan gambut yang mampu memberikan nilai lebih khususnya kepada petani adalah dengan menggunakan konsep inti plasma kelapa sawit.

"Jika ingin membudidayakan lahan gambut untuk palm oil dan petani dilibatkan, maka yang paling baik adalah konsep inti plasma karena petani bisa menikmati produktivitas yang bagus seperti yang dinikmati perusahaan," kata Ketua Umum Gapki Joko Supriyono, di Kuching, Serawak, Malaysia, Selasa.

Joko mengatakan, inti plasma kelapa sawit dinilai sebagai salah satu konsep yang baik untuk mengelola lahan gambut. Perusahaan yang mendapatkan konsesi mengembangkan lahan tersebut dengan bekerja sama dengan para petani yang nantinya mendapatkan keuntungan lebih baik dibandingkan dengan mengelola lahan gambut itu secara perseorangan.

Menurut dia, di beberapa wilayah yang ada, sebagian besar tanah yang ada merupakan lahan gambut yang masih dikelola oleh para petani untuk menanam padi saat masa kering. Sepanjang satu tahun, para petani tersebut hanya bisa memanfaatkan lahan gambut selama empat bulan untuk menanam padi.

"Sepanjang tahun memang berair, dan mata pencaharian ada dua yakni menangkap ikan dan bertani. Para petani tersebut hanya bisa mencuri waktu selama empat bulan untuk menanam padi, setelah itu, air datang lagi. Sampai seperti itu," kata Joko.

Saat ini, pemerintah telah mengeluarkan aturan perpanjangan penundaan pemberian izin baru hutan alam dan lahan gambut mulai 13 Mei 2015. Aturan ini ditetapkan dalam Instruksi Presiden Nomor 8/2015 yang menggantikan Instruksi Presiden Nomor 6/2013.

Dalam aturan itu, penundaan pemberian izin baru hutan alam dan lahan gambut yang berada di hutan konservasi, hutan lindung, hutan produksi, dan areal penggunaan lain sebagaimana tercantum dalam Peta Indikatif Penundaan Izin Baru.

Jangka waktu pelaksanaan aturan moratorium tersebut selama dua tahun sejak diterbitkan pada 13 Mei 2015. Moratorium tersebut sesungguhnya sudah dilakukan sejak 2011 dan diperpanjang pada tahun 2013, dan kembali diperpanjang pada 2015.

Joko menambahkan, luas lahan gambut yang dijadikan areal lahan perkebunan sawit di Indonesia tersebut kurang lebih sebanyak dua juta hektar dari total luas lahan gambut yang kurang lebih sebesar 14 juta hektar. Sementara Malaysia telah mengelola lahan gambut mencapai 1,2 juta hektar dari total luasan sebesar 1,6 juta hektar.

"Jika di Malaysia, sudah lebih dari setengahnya ditanami sawit dan sisanya tidak. Sementara kita masih jauh dari setengahnya," kata joko.

Sementara itu, Ketua Sarawak Oil Palm Plantation Owners Association Abdul Hamed Sepawi mengatakan, Malaysia berhasil mengelola lahan gambut secara berkelanjutan dan memberikan manfaat ekonomi yang besar. Menurutnya, memang ada beberapa tantangan yang perlu diselesaikan untuk menjadikan perkebunan kelapa sawit memenuhi standard keberlanjutan.

"tentu diperlukan teknik dan inovasi yang ilmiah untuk mengubah kondisi lahangambut yang tidak kondusif menjadi sebuah areal perkebunan budidaya," kata Sepawi.

Selain itu, pengembangan perkebunan kelapa sawit dinilai memiliki peran besar untuk menyerap gas karbondioksida ke dalam benuk karbon yang padat dan bisa dimanfaatkan sebagai biomassa.

Pewarta: Vicki Febrianto
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016