Mekkah (ANTARA News) - "Cocok makanannya. Enak, seperti di rumah," kata Rafidah (51), seorang anggota jamaah haji asal Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Minggu siang (21/8) saat menerima jatah makan siangnya kali itu, terik daging sapi dan ikan dori bumbu kuning.

Sudah tiga kali ia menerima jatah makan selama berada di Mekkah dan ia mengaku senang tidak ada rasa bumbu Arab yang tajam dalam menu makan yang diperolehnya.

Hal senada dikemukakan Helmi (53), rekan satu rombongan Rafidah. Menurutnya rasa makanan itu pas dengan selera orang Banjarmasin. "Pas rasanya. Tapi ada juga ibu-ibu yang suka pedas tinggal tambahkan sambal," katanya merujuk pada kotak makan berwarna ungu dengan logo Al Hussam, nama penyedia katering.

Rafidah yang siang itu mengenakan daster batik berwarna cokelat dan kerudung putih ataupun Helmi dengan sarung kotak-kotaknya, memang bukan chef profesional yang dapat menilai rasa dan kualitas masakan, tapi pendapat mereka sangat penting untuk kesuksesan penyediaan layanan katering jamaah haji.

Makanan yang disajikan tak hanya membuat kenyang atau menyajikan seni memasak nomor wahid, namun yang betul-betul mampu membuat Mekkah dengan suhu 43 derajat Celciusnya terasa seperti di Tanah Air mereka yang hijau.

Untuk menyajikan "Indonesia" di piring makan jamaah memang bukan perjalanan mudah. Ada perjalanan panjang untuk memilih 23 dapur yang akan melayani 155.200 anggota jamaah selama di Mekkah, sebanyak dua kali makan selama 12 hari dengan menu satu karbohidrat, dua lauk, satu sayur, buah, dan air mineral seharga 12 riyal per porsinya itu.

Proses itu meliputi pemeriksaan kualitas dapur, ketersediaan sumber daya manusia, kesiapan bahan, dan demo masak untuk mengecek kelayakan rasa.



Al Hussam Catering

Salah satu dapur yang memperoleh kepercayaan besar adalah Al Hussam Catering.

Perusahaan Arab Saudi yang dioperasikan oleh keluarga Khogeer itu telah dua kali memperoleh kepercayaan untuk melayani jamaah Indonesia dengan jumlah terbesar dibandingkan 22 dapur yang lain, yaitu 25.200 porsi sekali makan. Tahun lalu bahkan perusahaan itu dipilih sebagai dapur terbaik.

Jumlah itu meningkat pesat dari tahun sebelumnya yang berjumlah 15.000 porsi.

Kenapa perusahaan dengan motto "Setting Things Right..." itu layak memperoleh kepercayaan yang begitu besar? Manajer operasional perusahaan yang telah membukukan pengalaman selama 40 tahun dalam bidang katering haji dan umrah itu, Hendra Amier, punya jawaban singkat.

"Kami profesional dalam menjaga kualitas," katanya seraya memaparkan bahwa perlu pekerja-pekerja profesional di bidangnya untuk menyajikan hampir 60 ribu porsi makanan dalam beragam jenis setiap harinya.

Diperkuat oleh 150 pegawai bidang produksi, yaitu 60 orang di dapur, 50 orang di bagian pelayanan, dan sisanya pengemudi serta tim pendukung, para pegawai Al Hussam yang biasanya bekerja dalam tiga shift bekerja dalam dua shift atau per 12 jam selama musim haji.

Khusus untuk jamaah Indonesia, menurut lulusan Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung ini, ada enam chef Indonesia yang bertanggung jawab pada proses produksi.

Namun Al Hussam tidak hanya melayani jamaah Indonesia tahun ini. Mereka juga menyediakan jasa katering untuk jamaah Maroko, Pakistan, Mesir, India, Vietnam, Thailand, dan bahkan Palestina, yang semuanya disesuaikan dengan cita rasa klien.

"Semua yang keluar dari dapur dipastikan sesuai dengan keinginan klien. Tahun ini kami bahkan harus melakukan pembicaraan beberapa kali untuk mencapai kesepakatan menu bagi 1.800 anggota jamaah Palestina yang mukim di Jordania," ujar pria asal Jawa Barat itu.

Untuk memenuhi beragam keinginan klien, Hendra mengaku, Al Hussam memiliki karyawan termasuk chef dari beragam bangsa.

"Bangga putra Indonesia bisa memimpin pekerja dari banyak negara," katanya di kantornya yang tepat berada di alur produksi.



Kontrol Kualitas

Ketika Hendra mengantarkan rombongan wartawan Indonesia melongok dapurnya, kegiatan di dapur Indonesia baru saja menurun intensitasnya. Walaupun kesibukan di dapur pastry, masakan India dan ruang pengolahan daging masih berlangsung.

Semua serba mesin, sepintas itu yang terlintas saat melihat deretan "pengukus nasi" setinggi dua meter atau panci pemanas dengan diameter satu meter. Bahkan untuk mencuci dan mengupas sayuran pun mereka mengandalkan kerja mesin.

"Sejak dua tahun terakhir kami berubah dari perusahaan tradisional menjadi moderen. Tak hanya gedung dan peralatan yang diperbarui, kami kini juga punya sistem perencanaan yang lebih baik," katanya merujuk pada peralatan serba baja mengkilat yang berderet rapi di lorong-lorong dapurnya ataupun jadwal kerja yang tergantung di dinding kantornya.

Sebagai sebuah perusahaan katering dengan kapasitas harian dapat mencapai 80 ribu porsi, Al Hussam sangat menjaga kualitas bahan bakunya.

Hendra bertutur bagaimana ia mendatangkan hampir semua bahan dari negara klien, termasuk bumbu Indonesia, untuk menjaga kualitas rasa.

"Hampir semua impor, kecuali daging ayam," katanya saat menunjukkan tiga ruang penyimpanan bahan baku dengan tumpukan kotak-kotak berisi bahan baku yang menggunung hingga ke langit-langit ruangan setinggi lima meter itu.

Demi efisiensi dan meminimalkan kontak antara bahan baku dengan udara luar maka dapur-dapur pengolahan terletak tidak jauh dari ruang penyimpanan, dengan urutan ruang pembersihan dan pemotongan, dapur, ruang meniriskan dan ruang pengepakan.

Khusus untuk pengepakan, tahun ini perusahaan yang berkantor di wilayah Ah Shuhada itu memilih mempekerjakan pekerja perempuan dengan alasan mereka lebih teliti memastikan setiap kotak memiliki berat seragam,

Di ruang pengepakan tampak barisan pekerja perempuan mengisi kotak-kotak makanan sebelum dimasukkan dalam mesin pengemasan dengan kecepatan 5.000 kotak per jam.

Setelah makanan siap, deretan pekerja laki-laki berseragam ungu tampak mengemas makanan itu dalam hot box atau kotak pemanas khusus sebelum memasukkan ke dalam truk untuk didistribusikan.

Hot box yang berkapasitas 24 kotak makanan itu diperlukan untuk menjaga temperatur makanan selama proses distribusi.

Setelah meninggalkan dapur yang hiruk pikuk itu dan menembus lalu lintas Kota Mekkah, kotak-kotak makan siang tersebut tiba di pemondokan jamaah.

Di sana telah menanti petugas sanitasi dan surveillance yang akan memeriksa kualitas makanan, mulai dari sisi kemasan, kematangan, dan cita rasa. Jika dinilai enak dan layak, makanan tersebut baru didistribusikan ke jamaah namun apabila dinilai tidak layak akan dikembalikan ke perusahaan katering. Dan perusahaan memiliki kewajiban untuk menggantinya.

"Silahkan didistribusi. Ini layak," kata tim Sanitasi dan Surveillance Sektor Enam Riko Varias seusai mengetes kualitas makanan.

Seusai memeriksa kualitas makanan ia dan timnya membawa satu spesimen untuk disimpan selama 24 jam, yang akan berfungsi sebagai bahan uji laboratorium manakala terjadi kondisi jamaah sakit perut dalam jumlah banyak setelah makan.

"Tak sempat kami berhaji karena musim haji adalah puncak kesibukan dapur tapi jika mabrur jamaah berhaji mungkin ada pahala untuk kami," kata Hendra sambil tersenyum. Sebuah senyum yang sama dengan milik Rafidah di salah satu sudut pemondokan 602.

Oleh Gusti NC Aryani
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2016