Yogyakarta (ANTARA News) - Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan Pertanian Kota Yogyakarta meningkatkan kewaspadaan terhadap penyakit antraks pada hewan kurban dengan meminta hewan kurban yang masuk dilengkapi surat keterangan sehat dari daerah asalnya.

"Tidak ada larangan bagi sapi dari daerah-daerah tertentu untuk masuk ke Kota Yogyakarta asalkan sudah mengantongi surat keterangan sehat dari daerah asalnya," kata Kepala Seksi Pengawasan Mutu Komoditas dan Kesehatan Hewan Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan Pertanian Kota Yogyakarta Endang Finiarti di Yogyakarta, Rabu.

Sapi dari beberapa daerah yang perlu diwaspadai membawa penyakit antraks di antaranya adalah Boyolali dan Sragen.

Ciri-ciri hewan yang terserang antraks adalah tubuh demam dan mengeluarkan cairan merah kehitaman dari mulut atau hidung.

Namun demikian, sebagian besar sapi yang biasanya dijual di Kota Yogyakarta untuk keperluan hewan kurban tidak berasal dari kedua kabupaten tersebut tetapi berasal dari beberapa kabupaten di DIY, dan untuk kambing berasal dari Magelang, Ambarawa, Purworejo dan Wonosobo.

"Di Kota Yogyakarta, sebenarnya ada kelompok peternak sapi dan kambing. Namun, produksinya belum mampu mencukupi kebutuhan sehingga perlu didatangkan sapi dari luar daerah," katanya.

Endang menyebut, guna memastikan agar seluruh hewan kurban yang dijual di Kota Yogyakarta dalam kondisi sehat dan memenuhi syarat menjadi hewan kurban, Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan Pertanian Kota Yogyakarta akan melakukan pemantauan ke tempat-tempat penjualan hewan kurban.

Pemantauan akan dilakukan mulai H-10 Idul Adha dengan bantuan 125 mahasiswa dari Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada. "Akan ada tim yang dibagi di tiap kecamatan. Mereka akan memeriksa kondisi kesehatan hewan di seluruh lokasi penjualan," katanya.

Hewan kurban yang dinyatakan sehat akan memperoleh label dari petugas. Dinas menyiapkan sekitar 4.000 label.

Hewan kurban yang sehat dapat dilihat dari kondisi fisiknya, yaitu mata jernih, hidung, mulut dan telinga tidak mengeluarkan lendir, bulu mengkilat dan yang paling mudah dilihat adalah nafsu makan hewan baik.

"Jika tidak yakin dengan kondisi hewan kurban, maka pedagang maupun masyarakat bisa menghubungi petugas untuk memastikan kondisi kesehatannya," katanya.

Selain melakukan pemantauan ke lokasi penjualan hewan kurban, petugas juga akan meakukan pemantauan di lokasi penyembelihan hewan saat hewan belum disembelih dan pemeriksaan satelah hewan disembelih. Pada tahun lalu, ditemukan 63 kasus cacing hati dari 149 tempat penyembelihan hewan.

Sementara itu, Kepala Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan Pertanian Kota Yogyakarta Lucy Irawati mengatakan, sudah melakukan sosialisasi ke masyarakat secara langsung atau melalui lembaga terkait pemilihan hewan kurban yang baik dan memenuhi syariat. Termasuk proses penyembelihan yang baik.

"Ada banyak permintaan dari instasi atau melalui masjid tentang penyembelihan hewan kurban sehingga kami pun gencar melakukan sosialisasi," katanya.

Pewarta: Eka Arifa Rusqiyati
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2016