Palembang (ANTARA News) - Titik panas atau hotspot di Sumatera Selatan terpantau di kawasan tanah mineral sejak sepekan terakhir, sehingga semakin mengurangi potensi terjadinya kebakaran hutan dan lahan.

Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Selatan Sigit Wibowo di Palembang, Minggu, mengatakan, kondisi ini berbeda dengan sebelumnya yang lebih banyak terpantau di lahan gambut di kawasan Pantai Timur, Ogan Komering Ilir.

"Hotspot saat ini terpantau bukan lagi dari kawasan prioritas haram terbakar Pesisir Timur, tapi sudah beralih ke kawasan tanah mineral di Penukal Abab Lematang Ilir, Musi Rawas, Musi Rawas Utara, dan Muarenim," kata dia.

Menurut Sigit, hal ini berkat semua instansi terkait fokus menjaga kawasan Pantai Timur dari kebakaran hutan dan lahan (karhutla) sejak awal tahun.

"Pantai Timur merupakan kawasan yang selalu terbakar dan menjadi pemproduksi asap selama ini. Namun sejak diharamkan terbakar, Sumsel praktis bisa menekan jumlah hotspot tahun ini," kata dia.

Seiring dengan turunnya hujan di beberapa lokasi, Sumsel juga mengalami penurunan hotspot setiap hari dan hanya berkisar lima titik per hari.

Jumlah hotspot di Sumsel jauh menurun jika dibandingkan bulan yang sama tahun lalu yakni dari 764 menjadi hanya 45 pada Agustus 2016.

Kondisi ini juga dipengaruhi oleh cuaca di sebagian besar wilayah Sumsel yakni tetap mengalami hujan meski sedang musim kemarau (kemarau basah).

Meski demikian Sumsel tidak mengendurkan kewaspadaan mengingat ancaman tetap ada mengingat daerah ini memiliki 1,4 juta hektare lahan gambut.

Wakil Gubernur Sumatera Selatan Ishak Mekki mengatakan kerja sama antarlembaga terus ditingkatkan, mulai dari TNI, Polri, BPBD, perusahaan, dan pemerintah kabupaten/kota.

"Masa kritis sudah lewat, tapi bukan berarti melemahkan pengawasan. Masyarakat harus terus diingatkan bahwa tidak boleh membuka lahan dengan cara membakar," kata dia.

Jika sebelumnya, peraturan pemerintah memberikan izin membuka lahan dengan cara membakar untuk lahan kurang dari 2 hekare, ia mengatakan, saat ini hal itu tidak diperbolehkan lagi.

"Aparat penegak hukum juga akan bertindak tegas jika ada oknum warga dan perusahaan yang sengaja membakar lahan," kata dia.

Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin menerbitkan status siaga darurat bencana asap sejak Maret 2016 untuk lebih dini dalam upaya pencegahan karhutla.

Pencegahan karhutla menjadi perhatian Sumsel karena pada 2015 menjadi perhatian dunia atas terbakarnya 736.563 hektare lahan yang berujung pada bencana kabut asap.

Sebelumnya BMKG merilis bahwa puncak kemarau di Sumsel akan terjadi di bulan Agustus dengan ditandai rendahnya intensitas hujan di beberapa lokasi.

Sumsel sempat memasuki kategori zona merah (rawan terbakar) pada 4 Agustus dan mulai 21 Agustus 2015 beralih ke zona biru (aman) berdasarkan analisis parameter cuaca Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika

Pewarta: Dolly Rosana
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016