"BPK bisa melakukan audit kinerja atau investigasi," katanya di Jakarta, Kamis.
Anggota Dewan dari Fraksi PKB itu menyoroti masih rendahnya penyelesaian proyek 35.000 MW bernilai di atas Rp1.000 triliun, yang sudah berjalan setengah masa pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla.
Demikian pula, sejumlah tender pembangkit program 35.000 MW yang bermasalah dan berpotensi memundurkan jadwal proyek.
Menurut Syaikhul, proyek 35.000 MW merupakan proyek penting dan strategis bagi masa depan Indonesia.
Proyek 35.000 MW tersebut, lanjutnya, dibangun untuk mengimbangi kebutuhan pasokan listrik yang terus meningkat, sesuai proyeksi pertumbuhan ekonomi dan memperluas rasio elektrifikasi hingga sebesar 96 persen pada 2019. "Ini proyek penting, semua pihak harus ikut mengawasi," ujarnya.
Ia berharap PT PLN (Persero) mempercepat pelaksanaan proyek 35.000 MW, sehingga bisa berjalan tepat waktu.
"Kami masih berharap proyek 35.000 MW bisa sesuai target, meskipun kenyataannya berat," ujar Syaikhul.
Menurut dia, pihaknya juga sudah pernah memanggil PLN untuk menjelaskan progres proyek 35.000 MW.
Program 35.000 MW mencakup 109 proyek yang terdiri atas 35 pembangkit dikerjakan PLN dengan total kapasitas 10.681 MW dan 74 proyek oleh swasta (independent power producer/IPP) dengan total kapasitas 25.904 MW.
Berdasarkan data PLN hingga kuartal pertama 2016, kapasitas pembangkit yang sudah dibangun 397 MW atau masih 1,1 persen dari total target 35.000 MW.
Lalu, tahap konstruksi mencapai 3.862 MW (10,9 persen), perencanaan 12.226,8 MW (34,4 persen), pengadaan 8.377,7 MW (23,6 persen), dan kontrak jual beli (power purchase agreement/PPA) 10.941 MW (30,8 persen).
Sementara, sejumlah tender proyek 35.000 MW yang bermasalah antara lain PLTU Jawa 5 berkapasitas 2x1.000 MW, PLTU Jawa 7 (2x1.000 MW), PLTGU Jawa 1 (1.600 MW), PLTU Sumsel 9 (2x600 MW), dan PLTU Sumsel 10 (1x600 MW).
Pewarta: Kelik Dewanto
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2016
