Jakarta (ANTARA News) - Terdakwa mantan Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land Tbk Ariesman Widjaja, melalui kuasa hukumnya, Adardam Achyar, menyatakan pihaknya tidak sependapat dengan pidana penjara selama tiga tahun yang diputuskan oleh majelis hakim Tipikor Jakarta Pusat, Kamis.

"Kami tidak sependapat dengan majelis hakim. Karena fakta di persidangan tidak bisa membuktikan bahwa pak Ariesman memberikan uang ke Sanusi (anggota DPRD DKI) untuk mempengaruhi pembahasan Raperda RTRKS," kata Adardam dalam pernyataan tertulis di Jakarta, usai sidang di Pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor), Jakarta Pusat.

Adardam kembali menegaskan, persidangan tidak bisa membuktikan bahwa Ariesman memberikan uang kepada Mohamad Sanusi untuk mempengaruhi pembahasan Raperda Rancangan Tata Ruang Kawasan Strategis (RTRKS) Pantai Utara Jakarta. Karena sebenarnya, Ariesman hanya ingin membantu teman yang ingin maju jadi bakan calon (balon) gubernur Jakarta.

"Melakukan sesuatu yang baik di waktu yang salah bisa saja dipersalahkan. Dan itulah yang terjadi dengan pak Ariesman saat ini," katanya.

Sebelumnya, fakta persidangan mengungkapkan bahwa uang Rp2 miliar dari kocek pribadi Ariesman diberikan kepada mantan anggota DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi. Uang itu diberikan sebagai bantuan Ariesman terkait rencana Sanusi maju sebagai bakal calon gubernur DKI.

Dalam persidangan Sanusi juga mengaku meminta bantuan dana kepada Ariesman. Dana itu ia butuhkan untuk ikut sebagai balon gubernur DKI Jakarta.

"Saya beranikan diri untuk meminta bantuan kepada pak Ariesman karena sudah mengenal lama beliau. Kira-kira sudah sejak tahun 2004 saya mengenal dan berteman akrab dengan pak Ariesman," ungkap Sanusi di persidangan.

Ariesman, lanjut Adardam, tidak punya motif untuk mengubah isi pasal di Raperda tersebut, khususnya terkait tambahan kontribusi yang diminta Pemprov Jakarta sebesar 15 persen dari harga NJOP dikalikan luas wilayah reklamasi.

PT Agung Podomoro Land sejak awal tidak mempermasalahkan adanya kontribusi tambahan sebagai bagian dari pembangunan pulau G. Faktanya, dalam pertemuan pada 18 Maret 2016, Agung Podomoro telah menandatangani kesepakatan dengan Pemprov DKI Jakarta terkait kontribusi tambahan tersebut.

"Gubernur Ahok saat bersaksi juga tegas mengatakan bahwa APL ini pengembang paling kooperatif. Jadi tidak ada motif bagi pak Ariesman untuk menolak, apalagi membatalkan besaran kontribusi tambahan seperti ketentuan yang akan diberlakukan, wong dia sudah setuju kok," katanya.

Sebagai pelaku usaha, Adardam menjelaskan, Ariesman punya hak untuk memberikan masukan mengenai materi raperda. Namun hal itu tidak serta merta menempatkan Ariesman punya motif merubah isi pasal raperda diluar aturan yang ada. Karena pada akhirnya yang akan memutuskan raperda adalah anggota DPRD yang jumlahnya mencapai 106 orang.

Apalagi majelis hakim juga menilai pertemuan antara pengusaha dengan anggota DPRD hal yang biasa.

Dalam penjelasannya dalam vonis Ariesman, majelis hakim berpendapat bahwa pertemuan antara Aguan, Ariesman dengan sejumlah pimpinan DPRD DKI seperti Prasetyo Edi Marsudi, Mohamad Taufik, Mohamad Sanusi, Selamat Nurdin dan Ongen Sangaji di rumah Aguan pada Desember 2015 adalah silaturahim.

"Apakah logis dengan uang Rp2 miliar yang diberikan ke Sanusi, seluruh anggota dewan akan menyetujui keinginan pak Ariesman, tutupnya.

(E008/R010)

Pewarta: Edy Sujatmiko
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016