“Komisi VII DPR mengadakan rapat dengan Kepala SKK Migas dan pimpinan K3S, adalah untuk mendapatkan data yang akurat dari SKK Migas dan K3S. Kami juga ingin mendengarkan penyebab terjadinya trend penurunan yang cukup tajam lifting minyak bumi dan gas bumi,” papar Ramson dalam keterangan tertulis Humas DPR, Selasa,
Saat rapat dengar pendapat Komisi VII dengan Kepala SKK Migas dan pimpinan KKKS di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (5/9/2016), politisi dari Gerindra ini mengatakan seharusnya lifting minyak meningkat jika dilihat dari potensi yang ada di bumi Indonesia ini. Tetapi kebijakan-kebijakan dan sistem mempengaruhinya. Pada tahun 2000 lifting minyak sekitar 1,2 juta barel per hari.
“Kalau dilihat dari revenue sebenarnya sekarang sudah tidak signifikan. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) untuk tahun 2016 nanti di APBN-P dari minyak dan gas bumi hanya 30 triliyun. Kalau dibandingkan dengan pendapatan di Sektor Pajak yang 1.500 triliyun, jadi hanya 2 persennya,” terang Ramson.
Selanjutnya ia menjelaskan, bahwa di 2014 PNBP dari minyak dan gas sebesar 216 triliyun atau 216,8 trilyun rupiah. Saat itu penerimaan dari pajak sekitar 1.103 triliyun. Jadi sekitar 20% lebih ratio antara PNBP dari minyak dan gas terhadap penerimaan pajak di struktur APBN.
“Saat ini hanya 2% dari penerimaan pajak, dua tahun lalu 20%. Jadi luar biasa, tentunya dipengaruhi lifting dan penurunan harga minyak serta gas di pasar global,” mantapnya.
Pada kesempatan itu, ia ingin mengkonfirmasi apakah benar yang diajukan pemerintah dalam hal ini Plt Menteri ESDM bahwa 780 ribu barel per hari dan setara 1.150.000 barel per hari untuk lifting gas bumi yang akan ada dalam struktur APBN. Karena ini dua asumsi makro yang harus masuk dalam APBN sesuai dengan UU yang ada dan yang menentukannya adalah Komisi VII DPR RI bersama pemerintah.
“Saya melihat, menghitung ini apakah benar dan sudah sesuai dengan yang sudah disampaikan di sini. Artinya setiap KKKS tertera mengenai lifting minyak dan gas, saya menghitung memang agak sesuai,” ungkapnya.
Tetapi yang menjadi problem, tukasnya, bahwa SKK Migas menyampaikan di sini, ada trend penurunan yang cukup tajam. Jika 2017 minyak 780 ribu barel per hari, maka 2018 sudah 630 ribu barel per hari, dan 2019 trennya menurun menjadi 540 ribu barel per hari.
“Ini memang sangat memprihatinkan, 2020 menjadi 480 ribu barel perhari artinya yang pesimisnya. Sementara tren konsumsi BBM dalam negeri cukup tinggi. Ada kecenderungan ini kelemahan dari kebijakan sistem, karena suatu negara kompetitif itu sangat dipengaruhi sistem dan kebijakan,” tandasnya.
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2016