Mataram (ANTARA News) - Balai Karantina Ikan Pengendalian Mutu (BKIPM) Kelas II Mataram bersama sejumlah instansi terkait, Rabu, melepas 3.550 ekor bibit lobster hasil sitaannya di perairan Selat Gili Air, Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat.

"Ribuan bibit lobster hasil tangkapan Selasa (6/9) kemarin kami lepas di area konservasi Gili Air," kata Kepala Seksi Pengawasan, Pengendalian Data, dan Informasi BKIPM Kelas II Mataram Farchan di Mataram, Rabu.

Pelepasan ribuan bibit lobster yang dilaksanakan pada Rabu siang dan disaksikan langsung oleh perwakilan dari Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) NTB PSDKP Satker Lombok, dan Ditpolair Polda NTB.

"Dalam pelepasannya, ketiga pelaku juga diikutsertakan," ujarnya.

Sebanyak 3.550 bibit lobster itu diamankan dari tangan tiga pelaku yang diduga akan mengirim ke luar daerah melalui jalur ilegal, yakni Pelabuhan Awang, Kabupaten Lombok Tengah, pada Selasa (6/9) sekitar pukul 15.00 Wita.

Aksi penyelundupan itu berhasil digagalkan oleh Tim Khusus Komando Distrik Militer (Kodim) 1620/Lombok Tengah, saat ribuan bibit lobster yang diangkut menggunakan dua kendaraan roda empat yang ditumpangi tiga pelaku berinisial HE, AD, dan YA, melintas di wilayah Kuta, Kabupaten Lombok Tengah.

Lebih lanjut, proses hukum untuk tiga pelaku telah diserahkan ke penyidik PSDKP Satker Lombok di bawah pimpinan Mubarak.

Dalam keterangannya, Mubarak menyampaikan bahwa pihaknya hingga kini masih mendalami keterangan ketiga pelaku untuk mengungkap "dalang" dari aksi penyelundupan itu.

"Kita cari siapa otak pelakunya, apakah mereka hanya sebagai kurir atau memang mereka ini adalah otaknya, itu semua masih dalam proses," katanya.

Akibat perbuatannya, kini ketiga pelaku disangkakan telah melanggar Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 1/Permen-KP/2015 tentang Penangkapan Lobster dan Rajungan.

Terkait dengan pidana hukumannya, sudah disebutkan dalam Pasal 88 Juncto Pasal 16 Ayat 1 Undang-Undang RI Nomor 31/2014 tentang Perikanan, dengan ancaman pidana paling berat enam tahun penjara dan denda paling banyak Rp1,5 miliar. 

Pewarta: Dhimas Budi Pratama
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2016