Jakarta (ANTARA News) - Biro perjalanan penyelenggaran haji dan umroh yang terlibat pemberangkatan calhaj lewat Filipina harus dicabut ijinnya dan oknum-oknum yang terlibat kasus harus diproses secara hukum sehingga ada efek jera, kata seorang anggota DPR menanggapi 117 calon haji asal Indonesia yang ditahan Pemerintah Philipina karena menggunakan paspor palsu.
Anggota Komisi VIII DPR Achmad Mustaqim dalam keterangan tertulis Humas DPR mengatakan hal yang menjadi catatan khusus kasus ini ada unsur pidana yang dilakukan 7 biro perjalanan.
Pasalnya setelah di cek ke imigrasi mereka menggunakan visa umroh, lalu berangkat ke Malaysia baru ke Filipina. Muncul masalah karena di Filipina mengubah dari paspor umroh ke paspos haji.
Yang lebih memprihatinkan, korban penipuan sudah mengeluarkan dana antara Rp150-200 juta, kata politisi FPP dari Dapil VIII Jateng ini.
Ia mengungkapkan, berdasarkan data, biro perjalanan haji dan umroh yang terdaftar sebanyak 651, tapi yang medapat ijin resmi dan berlaku 3 tahun hanya sekitar 360. “Setengah lebih biro perjalanan inilah yang melakukan hal-hal di luar aturan,” tegasnya.
Selaku anggota Tim Pengawas Haji DPR, Mustaqim menyatakan ada beberapa hal yang mengiringi WNI berhaji lewat Filipina.
Antara lain karena panjangnya antrean dan terjadi ledakan calon jemaah haji, seperti di Sulawesi daftar tunggunya sampai 39 tahun.
Kejadian ini hampir merata ada di Jateng, Jatim dan terbayak di Sulsel. "Karena warga muslim di Filipina kecil sehingga kuota tak terpenuhi dan dimanfaatkan oleh biro perjalan haji Indonesia. “ Sebelumnya pernah oknum melakukan dan berhasil dan berupaya terus menambah, sekarang ini baru kena batunya,” papar dia.
Kepada calon haji, Mustaqim berpesan, harus sabar dan sambil menungu renovasi dan pembangunan Masjidil Haram akan selesai 2018- 2019 bisa kembali ke kuota normal 212.000, dan kalau ada tambahan bisa 230.000 calhaj.
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2016