Situbondo (ANTARA News) -  Di Kabupaten Situbondo, Jawa Timur, seorang tokoh masyarakat melaksanakan ibadah kurban pada Hari Raya Idul Adha 1437 Hijriah, dengan cara yang unik.

Sapi dan kambing yang akan disembelih terlebih dahulu dirias menggunakan asesoris layaknya pengantin serta diarak berkeliling jalan desa.

Adalah H. Nur Muhammad Khalid (46), warga Desa Talkandang, Kecamatan Kota Situbondo, tokoh masyarakat yang setiap tahun tidak pernah "absen" menyumbangkan hewan kurban untuk disembelih dan dibagikan kepada para kaum duafa.

Pada Idul Kurban tahun ini, pria yang akrab dengan panggilan Muhammad itu menyembelih seekor sapi yang bobotnya mencapai 1.170 kilogram aatau satu ton 170 kilogram dan dua ekor kambing.

Sapi dan kedua ekor kambing itu dirias dan didandani dengan asesoris khusus hewan, seperti kalung kain, tutup kepala yang penuh warna, dan bahkan juga di kedua tanduknya dipasang perhiasan dari bahan emas.

Tidak hanya dirias bak pengantin, sapi kurban yang pernah terpilih menjadi juara pertama pada lomba Kontes Ternak Sapi di Provinsi Jawa Timur pada 2015 itu juga diarak mengelilingi jalan desa tempat tokoh masyarakat itu tinggal.

Tak heran, banyak warga yang berkerumun di pinggir jalan untuk menyaksikan arak-arakan sapi berukuran besar dan dua ekor kambing kurban itu berjalan dengan dipenuhi asesoris serta juga diiringi tabuhan musik rabana.

Saat arak-arakan hewan kurban berkeliling jalan desa, tokoh masyarakat tersebut juga turut mendampingi sapi kurbannya bersama dua orang "pawang" sapi "raksasa" itu.

"Ini cara kami mensyiarkan agama Islam, dalam rangka merayakan Hari Raya Idhul Adha tahun ini. Tujuan kami tidak lain hanya ingin berbagi, dengan para kaum duafa dan anak yatim yang ada di pinggiran Kota Santri ini," kata H. Nur Muhammad Khalid, menjelaskan motif arak-arakan itu.

Ketika hewan kurban diarak keliling desa, suasana arak-arakan hewan kurban jenis Simmental berbobot hampir 1,2 ton ini berlangsung semarak dan menjadi tontonan warga. Pernak-pernik riasan yang terpasang di bagian wajah, tanduk, leher, dan punggung sapi, mengundang perhatian masyarakat setempat.

"Sapi ini saya beli seharga Rp70 juta, dan saya memilih sapi yang bagus serta gemuk atau banyak dagingnya. Ini juga sesuai dengan anjuran Nabi. Karena hewan kurban inilah yang nantinya akan menjadi kendaraan kita di surga," ucap dia.

Menurut tokoh yang juga pengusaha itu, hewan kurban miliknya sengaja dirias dan juga diberi wewangian, tidak lain untuk mengikuti apa yang pernah dilakukan oleh Nabi Ibrahim AS, saat mendapatkan perintah dari Allah untuk menyembelih putranya Nabi Ismail AS.

"Karena ketika itu sebelum berangkat menuju tempat penyembelihan, Nabi Ismail juga dihias dan diberi wewangian oleh ibunya Siti Hajar," tuturnya.

Dalam sejarahnya, kata dia, saat Nabi Ibrahim hendak membawa putranya ke tempat penyembelihan, Nabi Ismail juga dihias, diberi bedak dan wewangian. Akan Tetapi akhirnya kurban itu diganti oleh Allah dengan seekor kambing dari surga.

Sementara itu, Sugiharto salah seorang warga desa setempat, mengatakan pihaknya merasa terhibur dengan adanya arak-arakan hewan kurban yang dilakukan oleh tokoh masyarakat tersebut sebelum sapi dan kambing disembelih.

"Pak Haji memang setiap tahun berkurban, dan seakan sudah menjadi tradisi panitia kurban yang ditunjuk oleh Pak Haji untuk melakukan arak-arakan hewan kurban dengan mengelilingi jalan desa kami," katanya.

Sementara itu Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) Kabupaten Situbondo KH Abdullah Faqih Ghufron memiliki pandangan berbeda. Is justru mengkhawatirkan mengarak hewan kurban keliling desa sebelum disembelih akan mengarah pada perbuatan ria atau pamer yang hal itu dilarang oleh agama.

"Kalau hewan yang mau disembelih untuk kurban diarak keliling desa itu namanya pamer (ria). Tetapi kalau yang mengadakan arak-arakan hewan kurban itu panitia tidak apa-apa, namun panitia tidak boleh juga menyebutkan nama orang yang berkurban," kata dia, menjelaskan.

Mantan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Situbondo itu juga menjelaskan bahwa pada hakikatnya umat Muslim yang mampu melaksanakan ibadah kurban harus tulus dan ikhlas tanpa harus memamerkan hewan yang akan dikurbankan.

"Alangkah baiknya bagi umat Muslim yang berkurban tidak perlu melakukan hal yang demikian, karena orang lain akan menilai pamer atau ria bagi yang berkurban. Karena apa yang dilakukan seakan ingin diketahui orang lain," ungkapnya.

Menurut dia, berkurban pada Hari Raya Idul Adha sudah menjadi impian dan keinginan bagi setiap umat Muslim, dan karenanya berkurbanlah di saat kita sudah lapang atau mampu melaksanakannya dengan niat hanya semata-mata karena Allah.

Oleh Novi Husdinariyanto / Zumrotun Solichah
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2016