Jakarta (ANTARA News) - Duta Besar Korea Selatan untuk Indonesia Cho Tae-young mengapresiasi pernyataan Indonesia yang sangat menyesalkan uji coba senjata nuklir yang kembali dilakukan Korea Utara pada 9 September lalu.

"Indonesia telah melakukan perannya dengan baik, kami sangat mengapresiasi pernyataan kuat yang menyesalkan uji coba nuklir Korea Utara lima hari yang lalu," kata Dubes Korea Selatan (Korsel) Cho Tae-young kepada Antara di Pusat Kebudayaan Korea, Jakarta, Rabu.

Lebih lanjut, Dubes Cho menambahkan bahwa Korea Selatan senantiasa mengapresiasi langkah Indonesia dalam menjaga perdamaian dunia, khususnya di kawasan Semenanjung Korea.

Dubes Cho menilai Indonesia sebagai negara anggota PBB telah menerapkan resolusi Dewan Keamanan PBB terkait uji coba senjata nuklir yang dilakukan Korea Utara, sekaligus tetap menjalin hubungan diplomatik yang baik dengan negara itu.

"Kemudian, saat Presiden Jokowi mengunjungi Korea Selatan bulan Mei tahun ini, dia mendesak Korea Utara untuk mematuhi semua resolusi Dewan Keamanan PBB, beliau mengatakan saya mendesak, itu adalah pesan yang kuat dan jelas yang disampaikan di Seoul," kata dia.

Menurut Dubes Cho, Korea Utara adalah saudara sedarah, bahkan reunifikasi kedua negara menjadi cita-cita yang ingin dicapai oleh Negeri Gingseng tersebut.

Oleh karena itu, Korea Selatan berharap mereka menghentikan uji coba nuklir dan berbagai tindakan provokatif lainnya.

"Kami ingin mereka mengembangkan perekonomian mereka, bukan senjata nuklir, itu yang terbaik bagi semua orang, itu yang kami katakan kepada mereka, lupakan program nuklir, itu membuat kami khawatir," kata dia.

Korea Utara melakukan uji nuklir kelima pada Jumat (9/9), yang diklaim dapat memantik ledakan lebih kuat dibandingkan dengan bom Hiroshima.

Negara yang dipimpin Kim Jong-un itu juga mengklaim telah memiliki kemampuan untuk menempatkan hulu ledak pada peluru kendali balistik.

Bagi Indonesia, uji coba nuklir tersebut bertentangan dengan Comprehensive Test Ban Treaty (CTBT) dan semangat yang terkandung dalam perjanjian tersebut, serta merupakan pelanggaran atas kewajiban Republik Demokratik Rakyat Korea (Korut) berdasarkan resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor 1718 (2006), 1874 (2009), 2087 (2013), dan 2270 (2016).

Pewarta: Azizah Fitriyanti
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016