Jakarta (ANTARA News) - Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Pol Agung Setya mengatakan pemasok amonium nitrat (NH4NO3) dalam jaringan tersangka Y dan T adalah warga negara Malaysia berinisial A.

"Bareskrim Polri akan berkoordinasi dengan Kepolisian Diraja Malaysia untuk mengejar A," kata Agung di Jakarta, Jumat.

Dalam mengungkap kasus penyelundupan amonium nitrat asal Malaysia, penyidik Bareskrim Polri telah menangkap dua orang tersangka yakni Y dan T.

"Satu tersangka berinisial Y ditangkap di Batam dan satu tersangka T ditangkap di Muna (Sulawesi Tenggara). Keduanya ditangkap pada 9 September 2016," kata jenderal polisi bintang satu ini.

Sindikat tersebut telah menjalani bisnis ilegal ini sejak 2010. Modus operandinya, setelah mendapatkan sejumlah pesanan, Y yang berada di Batam langsung menghubungi A di Malaysia untuk menyiapkan barang. Kemudian Y memerintahkan kapal untuk mengambil barang yang telah disiapkan di Pelabuhan Pasir Gudang, Malaysia.

Kasus ini terungkap berkat koordinasi Bareskrim dengan pihak Bea Cukai.

Awalnya jajaran Bea Cukai menemukan tiga kapal yang diduga berisi amonium nitrat. Ketiga kapal yang ditangkap tersebut adalah Kapal "Harapan Kita" pada tanggal 16 April 2016, Kapal "Ridho Ilahi" pada 29 Juli, dan Kapal "Ikma Jaya" pada 29 Agustus.

Ketiga kapal tersebut disergap di wilayah Kepulauan Natuna. Ketiga kapal berikut muatannya disita karena tidak membawa dokumen pengangkutan.

"Kapal-kapal ini bermuatan amonium nitrat. Ini (amonium nitrat) merupakan bahan peledak tunggal," kata Agung.

Tiga kapal tersebut diketahui membawa 6.659 karung yang berisi amonium nitrat dengan total bobot 166 ton.

Kemudian polisi berupaya mengungkap sindikat penyelundup bahan tersebut yang pada akhirnya diketahui berada di Batam, Kepulauan Riau.

"Mereka (pelaku) mengambil amonium nitrat di Pelabuhan Pasir Gudang, Malaysia," ucapnya.

Menurut Agung, kedua tersangka berperan menentukan kapal pengangkut, waktu pengangkutan, dan rute perjalanan laut. Selain itu, kedua tersangka juga berperan menerima pesanan amonium nitrat dari pelanggan dan mengambil pesanan di Malaysia.

Sindikat ini bekerja berdasarkan pesanan. Usai mengambil barang pesanan di Malaysia, kapal akan menempuh jalur Laut China Selatan, menuju Laut Jawa, Kangean (Madura), Sumbawa (Nusa Tenggara Barat), Flores (Nusa Tenggara Timur), Jeneponto (Sulsel), Pangkep (Sulsel), Bonarate (Sulsel), dan Baubau (Sultra).

Kapal singgah di titik-titik yang dilalui untuk mengantarkan pesanan kepada konsumen.

Amonium nitrat dilarang penggunaannya karena bisa digunakan sebagai bahan peledak tunggal yang kerap disalahgunakan oleh nelayan untuk menangkap ikan di laut.

Kedua tersangka dijerat dengan Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 dengan ancaman maksimal hukuman mati atau hukuman seumur hidup atau minimal 20 tahun penjara.

Pewarta: Anita P Dewi
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2016