Bandung (ANTARA News) - Cuaca Minggu siang (25/9) itu begitu terik pada saat Erwin menjajakan barang jualannya berupa gantungan kunci, pulpen, plakat kayu, tiruan medali hingga gunting kuku yang seluruhnya menampilkan logo PON XIX.

Pria asal Sumatra Barat berumur 27 tahun itu mencoba keberuntungannya untuk mendulang rupiah dari perhelatan olahraga empat tahunan, Pekan Olahraga Nasional (PON), ke-19 yang diselenggarakan di Jawa Barat, utamanya Kota Bandung.

Ternyata dia bukan pemain baru dalam bisnis tersebut. Sejumlah kota telah disambanginya mulai dari Palembang, Pekanbaru, bahkan Jakarta disaat ada acara nasional yang mengundang ribuan massa.

"Kita sudah keliling kota-kota besar seperti di Papua, Kalimantan. Pokoknya kalau ada event-event besar kami datangi," kata Erwin ditemui Antara di Gymnasium UPI, Bandung pada Minggu (25/9).


ANTARA FOTO/Prasetyo Utomo


Sejumlah usaha pernah dilakui oleh Erwin dan dirinya lebih tertarik melakukan bisnis penjualan barang-barang aksesoris serta pernak-pernik insidental.

Sembari menggrafir sebuah plakat kayu, Erwin mengaku usahanya dapat meraih Rp2 juta hingga Rp2,5 juta per hari pada saat perhelatan PON itu.

Dia tidak khawatir jika barang dagangannya tidak laku terjual karena beberapa pernak-pernik itu dapat didaur ulang untuk digunakan kembali pada acara lainnya.

"Kalau barang tidak habis yang lain-lain kalau dikembalikan kita tidak bisa. Tapi bisa kita simpan dan kita jual di acara berikutnya jadi dengan logo diganti yang lain," ujar Erwin.

Sementara untuk gantungan kunci dari plat kuningan yang dilapis plastik tidak bisa diganti dengan cepat sehingga harus menggunakan peluruh plasti untuk diganti logo baru.

Barang-barang dagangannya kebanyakan diambil oleh Erwin dari Jakarta.

"Ada di distributor dan kita sudah sekian tahun kenalan. Juga acaranya kita kenal dan mereka tahu acaranya apa saja," ujar dia.

Erwin melihat barang dagangan yang paling diminati adalah pulpen-pulpen dan gantungan kunci dengan logo PON XIX dan gambar-gambar maskot surili.

Dia menjual pulpen dengan harga bervariasi sesuai dengan bahan pembuatan alat tulis tersebut, apakah terbuat dari plastik atau logam.

Kisaran harga pulpen dijualnya mulai dari Rp50.000 hingga Rp240.000 per lusin.

Untuk memperkecil modal produksi, grup usaha Erwin hanya membeli pulpen yang polos dan mensablon logo serta maskot PON XIX sendiri.

"Kita satu usaha sudah tahu daerahnya. Bersama teman-teman yang lain kita bagi informasi melalui google siapa saja mau usaha daerah sana," ujar Erwin yang mengaku berjualan bersama beberapa kerabat termasuk kakak kandungnya.

Dikarenakan keterbatasan dana, para pengusaha tersebut tidak tinggal di rumah tinggal sementara atau kos-kosan, melainkan memanfaatkan fasilitas gymnasium atau pun gelanggang olahraga yang kosong kala pertandingan per harinya sudah usai.

Meski omset jutaan rupiah telah diraih Erwin, dia tetap berharap masyarakat Kota Bandung banyak yang menonton event-event pertandingan olahraga yang sedang berlangsung.


Peluang dari Taekwondo

Sejumlah kaos oblong bergantungan di depan tenda gerai "Dream Fight Win" yang menggambarkan logo-logo dan slogan serta karakter olahraga bela diri Taekwondo.

Nizar (30), sang pendiri distribution outlet Dream Fight Win, mengatakan usahanya terinspirasi dari sang ayah, sabam Samsul Bahri, yang merupakan atlet bela diri tersebut.

"Taekwondoin", "Kukkiwon", "Kyorugi", terlihat menjadi beberapa kata yang tercetak dalam sablonan di kaos mereka yang merupakan istilah-istilah yang sudah tidak asing di para pecinta bela diri asal Korea Selatan itu.

Usaha coba-cobanya pada awal bisnis ternyata berbuah manis ditengah-tengah kehidupan dari keluarga pecinta Taekwondo.

"Awalnya nggak kepikiran. Dulunya saya hanya di clothing biasa, cuma karena juga ada atlet juga, kenapa tidak dikembangkan di clothing distro. Ternyata coba-coba dulu pertama, sudah Alhamdulillah bagus," ujar Nizar.

Usahanya sudah menembus tidak hanya pasar domestik, namun juga mulai merambah pasar regional Asia.

Kota-kota mulai dari Surabaya, Yogyakarta Jayapura, Manado, Lampung dan Palembang sudah ditembus oleh kaos oblong Taekwondo-nya Nizar.

Saat perhelatan PON, Nizar menargetkan penjualannya melalui pembukaan gerai di Gymnasium UPI Bandung dapat meningkat 75 persen.

Pada saat perhelatan PON, Dream Fight Win dapat menjual rata-rata 10 potong baju per harinya.

Pada hari-hari biasa, usahanya dapat menjual rata-rata baju 50 potong perbulan. Namun pada saat perhelatan PON September 2016, meningkat jadi 80 kaos.

Nizar menjual satu kaosnya dengan harga mulai dari Rp75.000 hingga Rp110.000.

Pengiriman kaos ke luar negeri juga terus berlangsung yaitu ke Hong Kong dimana setiap bulannya dia melakukan dua kali pengiriman dengan total mencapai 1 kodi baju.

Dia mengaku pasar yang masih potensial dengan kaos tersegmentasi itu yaitu Singapura.

Nizar juga menargetkan dapat menjual koleksi clothing-nya pada saat perhelatan Asian Games di Jakarta.

"Nanti diharapkan Asian Games kami coba buka di sana untuk memasarkan lebih jauh produk kami karena itu momen juga," ujar Nizar.

Sementara itu, konsumen yang berasal dari Kota Mojokerto, Jawa Timur Subandi mengaku pernak-pernik jualan di PON XIX tidak berbeda dari perhelatan yang pada 2012 diadakan di Pekanbaru, Riau.


ANTARA FOTO/Prasetyo Utomo


Subandi membeli lima lusin pulpen berlogo PON XIX dengan harga Rp50.000 per lusinnya.

Kreatifitas, ujar Subandi, diperlukan untuk membuat pernak-pernik yang khas dari daerah masing-masing.

"Yang paling menarik menurut saya adalah kreativitas warga Bandung yang menjual beberapa pernak-pernik PON ke-19 maupun perlengkapan cabang-cabang olahraga," ujar Subandi yang juga pengurus KONI Kabupaten Mojokerto.

Dia mengatakan sebaiknya pebisnis UMKM dapat dikerahkan untuk menjual barang-barang yang khas asal Kota Kembang baik sepatu asal Cibaduyut, industri konveksi atau pun kerajinan bambu yang lebih diperbanyak.

Kendati demikian, dia mengapresiasi para pebisnis pernak-pernik yang turut meramaikan PON XIX melalui dagangannya.

Bagaimana pun, perhelatan PON XIX di Jawa Barat telah mendukung perputaran rupiah untuk menghidupi ekonomi masyarakat.


Oleh Bayu Prasetyo
Editor: Monalisa
Copyright © ANTARA 2016