Jakarta (ANTARA News) - Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (Aspek Indonesia), Mirah Sumirat, mengatakan, pihaknya menolak otomatisasi gardu jalan tol karena akan membuat para pekerja diputus hubungan kerjanya.

"Ribuan pekerja jalan tol hari ini bergabung bersama ratusan ribu buruh menggelar aksi unjuk rasa di beberapa lokasi antara lain di Kementerian BUMN dan Istana Negara," kata dia, dalam keterangan tertulis yang diterima, di Jakarta, Kamis.

Sumirat yang juga presiden Serikat Karyawan Jalan Tol Lingkar Luar Jakarta (SKJLJ) mengatakan, aksi ribuan pekerja jalan tol itu dimaksudkan untuk menyampaikan aspirasi penolakan terhadap rencana pemerintah yang akan melakukan otomatisasi gardu tol di seluruh Indonesia.

Pemerintah, kata dia, seharusnya menciptakan lapangan pekerjaan dan menjamin pekerjaan yang layak bukan mem-PHK puluhan ribuan pekerja tol. Dampak PHK massal tentunya juga akan dirasakan oleh keluarga pekerja.

Menurut dia, pemerintah jangan hanya ingin mengejar kepentingan bisnis sehingga melupakan kewajiban negara untuk menyediakan lapangan pekerjaan yang layak bagi seluruh rakyat Indonesia.

Mengutip Data BPS pada 2015, Mirah mengatakan pengangguran di Indonesia sudah berjumlah 7,7 juta orang. Untuk itu, angka pengangguran jangan ditambah lagi.

Mirah juga menyoroti "pengambilan paksa" uang masyarakat lewat biaya administrasi penggunaan kartu uang elektronik yang biasa digunakan untuk membayar tol otomatis. Menurut dia, pengguna kartu "e-toll" tanpa sadar uangnya diambil oleh pihak pengelola jalan tol dan oleh bank yang menerbitkan kartu uang elektronik.

Mirah mencontohkan, apabila masyarakat membeli kartu e-toll seharga Rp50 ribu maka pengguna hanya mendapatkan saldo sebesar Rp30.000. "Ke mana selisih uang yang Rp20.000? Konsumsen 'dipaksa' untuk merelakan kehilangan dananya, bahkan sebelum kartu e-toll digunakan untuk transaksi," katanya. 

Pewarta: Anom Prihantoro
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2016