Jakarta (ANTARA News) - Pengamat politik dari Reform Institute, Yudi Latif, menegaskan betapa penting haluan negara untuk memberikan arahan dari amanah konstitusi ke undang-undang dan aturan perundangan lain
sehingga dapat lebih implementatif.

"Haluan negara pada era Orde Baru disebut GBHN (Garis-garis Besar Haluan Negara)," kata dia, di Jakarta, Senin. Inilah yang menjadi arah pembangunan secara bertahap dan sinambung pada pemerintahan Soeharto.

Menurut dia, amanah dalam konstitusi masih sangat global dan dapat menjadi multitafsir sehingga perlu ada arahan sebelum diturunkan menjadi UU atau aturan perundangan lain.

Dia melihat, haluan negara maupun GBHN memiliki dua aspek yakni aspek ideologis dan aspek strategis.

"Aspek ideologis adalah Pancasila, sedangkan aspek strategis yakni diperlukan aturan lebih teknis dan strategis agar dapat diterapkan
lebih optimal," katanya.

Menurut dia, saat Indonesia mengalami perubahan rezim dari Orde Baru ke Orde Reformasi, dilakukan amendemen konstitusi dan dalam proses itu, GBHN dihilangkan. Saat itu sentimen antithesis Orde Baru sangat kental dan merata.

Setelah Indonesia tidak menggunakan GBHN, kata dia, pembangunan Indonesia justru tidak memiliki arah, karena tidak ada lagi arahannya.

Latif juga mempertanyakan rencana amendemen kelima yang sedang disiapkan MPR, apakah akan kembali mendekatkan ke Pancasila atau justru semakin menjauhi.

"Pancasila harus menjadi gaya hidup yang melekat pada setiap jiwa bangsa Indonesia, agar Indonesia menjadi negara Pancasilais," katanya.

Pewarta: Riza Harahap
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2016