Jakarta (ANTARA News) - Kepala Biro Hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Setiadi mengatakan, pihaknya akan melakukan konsolidasi dan evaluasi langkah-langkah penyidikan setelah Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak permohonan praperadilan Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam.

"Tunggu satu-dua minggu untuk berkas putusan. Setalah itu secara simultan pihak penyidik akan melanjutkan dengan jadwal pemeriksaan dan ditindaklanjuti ke dalam proses penyidikan," kata Setiadi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu.

Namun, Setiadi belum tahu soal kapan pastinya penahanan terhadap Nur Alam dilakukan.

"Kalau penahanan saya tidak tahu ya karena itu wilayah penyidik, jadi tergantung penyidik. Tetapi prinsip saya adalah semakin cepat semakin baik supaya ada kepastian hukum," ucap Setiadi.

Hakim Tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan I Wayan Karya telah menolak seluruh permohonan praperadilan yang diajukan Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam.

Wayan Karya menilai penetapan Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah sesuai peraturan yang berlaku.

"Penetapan tersangka sudah sesuai peraturan yang berlaku dan dua alat bukti permulaan yang dimiliki KPK untuk meningkatkan status Nur Alam sudah terpenuhi," katanya.

Nur Alam ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK berdasarkan surat perintah penyidikan KPK pada 15 Agustus 2016 karena diduga melakukan perbutan melawan hukum dan menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi dengan mengeluarkan Surat Keputusan Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan Eksplorasi, SK Persetujuan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi dan SK Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Ekslorasi menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi kepada PT Anugerah Harisma Barakah selaku perusahaan yang melakukan penambangan nikel di kabupaten Buton dan Bombana Sulawesi Tenggara.

Nur Alam dalam perkara ini disangkakan pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.

Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) 2013, Nur Alam diduga menerima aliran dana sebesar 4,5 juta dolar AS atau setara dengan Rp50 miliar dari Richcorp Internasional yang dikirim ke bank di Hong Kong dan sebagian di antaranya ditempatkan pada tiga polis AXA Mandiri.

Richcorp, melalui PT Realluck International Ltd (saham Richcop 50 persen), merupakan pembeli tambang dari PT Billy Indonesia.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016