Denpasar (ANTARA News) - Robert Andrew Fiddes Ellis (70), warga negara Australia yang terbukti melakukan pencabulan terhadap anak di bawah umur (phedopilia), dijatuhi hukuman 15 tahun penjara dan denda Rp2 miliar subsider enam bulan penjara.

Ketua Majelis Hakim Wayan Sukanila dalam pembacaan amar putusan di Pengadilan Negeri Denpasar, Selasa, menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan bujuk rayu terhadap anak untuk mempermudah melakukan aksi pencabulan pada korbannya.

"Terdakwa terbukti melanggar Pasal 76 E jo Pasal 82 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014, tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 jo Pasal 65 Ayat 1 KUHP," ujar hakim.

Vonis hakim hampir sama dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang sebelumnya yang menuntut terdakwa Robert selama 16 tahun dan denda Rp2 miliar, subsider delapan bulan penjara.

Hal yang meringankan hukuman terdakwa, antara lain ia belum pernah dihukum dan menyesali perbuatannya. Hal yang memberatkan karena perbuatan terdakwa telah merusak masa depan anak-anak yang masih di bawah umur dan merusak citra Pulau Dewata dimata dunia.

Mendengat putusan itu, terdakwa melalui penasehat hukumnya Benny mengajukan upaya banding terhadap putusan majelis hakim. Namun, JPU yang mendengarkan putusan hakim itu menyatakan pikir-pikir.

Usai persidangan Siti Sapura selaku pendamping dan kuasa hukum korban dari Pusat Pelayanan Terpadu Pemerdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Denpasar Bali, mengaku puas dengan putusan yang dijatuhkan hakim kepada terdakwa karena terbukti sesuai perbuatan Robert.

"Ini kita apresiasi atas putusan hakim, karena terdakwa harus dihukum berat dan menjadi pembelajaran terdakwa yang merupakan warga negara asing itu," ujar wanita yang sering disapa mbak Ipunk itu.

Ia mengatakan, kasus pencabulan anak di bawah umur  yang sering terjadi, diakuinya, baru pertama kali dalam sejarah di Pengadilan Negeri Denpasar menghukum terdakwanya dengan hukuman maksimal.

"Ini putusan hakim yang paling tinggi dalam sejarah sidang kasus paedofilia di PN Denpasar dan saya akan terus berjuang memberikan pendampingan dan perlindungan bagi anak-anak yang menjadi korban pelecehan seksual terhadap para pria yang tidak bertanggungjawab," ujar Siti Sapurah.

Dalam dakwaan disebutkan, perbuatan terdakwa dilakukan Pada Tahun 2014 hingga 2015, yang sebelumnya berkenalan dengan Ni Nyoman Seni dan sempat ke kampong halaman temannya itu Kabupaten Karangasem, Bali.

Saat berada di Karangasem itu, terdakwa banyak berkenalan dengan anak-anak di daerah itu dan Nyoman Seni mengenalkan keponakannya berinisial W kepada terdakwa.

Terdakwa kemudian mengajak anak-anak bermain, membelikan es krim, sandal, baju sehingga anak-anak merasa terdakwa adalah orang baik untuk dapat melancarkan aksi bejatnya.

Tidak hanya disitu, terdakwa juga berkenalan dengan anak-anak tukang suwun dan penjual gelang di Kuta Badung atas perkenalan Nyoman Seni yang notabena masih di bahwa umur.

Untuk menarik perhatian, terdakwa mengajak para korbannya makan, bermain, membelikan baju, tas sekolah, sepatu, menyetelkan film anak-anak di kos terdakwa di Jalan Mataram Gang Tunjung No 27 Kuta.

Anak-anak pun menganggap terdakwa orang baik, terlebih lagi terdakwa memberikan uang kepada anak-anak yang jadi korbannya ini.

Di dua tempat ini, terdakwa memandikan anak-anak tersebut dan melakukan pencabulan kepada korbannya.

Pewarta: I Made Surya
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2016