Jakarta (ANTARA News) - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan Rancangan Undang-Undang APBN 2017 didesain agar lebih seimbang dan mencerminkan kondisi perekonomian domestik.

"Jadi kita membuat kebijakan APBN yang lebih seimbang, antara kebijakan penerimaannya, kebijakan belanjanya, dan juga kebijakan defisitnya," ujar Sri Mulyani usai rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR RI di Jakarta, Selasa.

Ia menuturkan, pada prinsipnya, mulai dari postur hingga asumsi makro dalam RUU APBN 2017, telah mencerminkan kondisi perekonomian nasional maupun tantangan yang dihadapi dari perekonomian global.

Sehingga, lanjutnya, paling tidak hal tersebut telah memberikan suatu proyeksi yang dianggap realistis dan tidak menimbulkan spekulasi dari postur RUU APBN 2017.

"Itu suatu langkah kemajuan yang baik," ujarnya.

Dari sisi postur belanja, Sri Mulyani menilai memang masih dilakukan banyak program-program yang ditujukan untuk menjaga momentum ekonomi terutama pada saat kondisi perekonomian global, khususnya perdagangan internasional, masih sangat lemah.

Sehingga, lanjutnya, pemerintah memang mendesain belanja negara digunakan untuk mengurangi tekanan yang berasal dari luar dan pada saat yang sama memperbaiki fondasi perekonomian Indonesia, baik itu dari sisi pertumbuhan perekonomian yang berasal dari sektor-sektor yang tidak terkena imbas dari perdagangan global, juga dalam rangka untuk mengurangi kemiskinan dan kesenjangan.

"Oleh karena itu, berbagai macam kebijakan belanja itu baik dari sisi kementerian/lembaga atau transfer daerah itu semua ditujukan agar pertumbuhan ekonomi bisa lebih merata, fondasinya bisa lebih kuat dan tidak mengalami imbas pelemahan dari luar negeri," ujarnya.

Dengan belanja yang masih diperlukan untuk menjaga pertumbuhan ekonomi, pemerintah tetap ambisius dalampenerimaan negara dengan memacu pertumbuhan penerimaan perpajakan sekitar 12-15 persen.

"Maka defisit memang tidak bisa dihindari, namun defisit ini diupayakan untuk bisa ciptakan momentum pertumbuhan ekonomi sehingga beban utang dan tambahan utang yang akan kita lakukan pada 2017 masih bisa hasilkan kegiatan ekonomi produktif yang pada akhirnya bisa dipakai untuk mengurangi beban utang," kata Sri Mulyani.

Dalam postur RAPBN 2017, pemerintah dan Banggar DPR menyepakati belanja negara sebesar Rp2.080 triliun, terdiri dari belanja pemerintah pusat Rp 1.315,5 triliun dan belanja transfer ke daerah dan dana desa sebesar Rp764,9 triliun.

Komponen belanja pemerintah pusat antara lain, belanja Kementerian/Lembaga disepakati sebesar Rp763,6 triliun, dan non K/L Rp552 triliun.

Sedangkan, pendapatan negara disepakati Rp1.750,3 triliun. Dari pendapatan itu, penerimaan pajak ditargetkan Rp1.498,9 triliun dan penerimaan negara bukan pajak Rp250 triliun, serta penerimaan hibah Rp1,4 triliun.

Adapun defisit anggaran yang ingin dikendalikan pemerintah adalah maksimal 2,41 persen dari Produk Domestik Bruto atau sebesar Rp330,2 triliun.

Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016