Bandung (ANTARA News) - Mantan Rektor IPDN I Nyoman Sumaryadi dijadwalkan dipanggil penyidik Polda Jabar untuk dimintai keterangannya sebagai calon tersangka terkait penyuntikan formalin ke jazad Madya Praja Cliff Muntu. Pemanggilan Nyoman diperlukan untuk mengungkapkan otak pelaku atau perencana kasus dugaan penghilangan bukti tindak kekerasan atas jenazah Cliff Muntu. Kapolda Jabar Irjen Pol Sunarko Danu Ardanto, kepada wartawan, di Bandung, Senin, tidak membantah tentang hal itu. "Tidak perlu menyebutkan nama. Siapa pun orangnya, kalau dari hasil penyelidikan memang bersalah, ya harus mengikuti jalur hukum. Yang jelas, kasus ini masih kami dalami. Bukan tidak mungkin ada tambahan saksi dan tersangka," katanya, di Mapolda Jabar, di Bandung. Lebih lanjut Kapolda menepis tuduhan bahwa penyelidikan kasus penyuntikan formalin berjalan lambat. "Belum ditetapkannya LMG sebagai tersangka tidak bisa dicap bahwa penyelidikan dan penyidikan berjalan lambat. Itu masih perlu pendalaman kasus lebih lanjut," tambahnya. Saat ini, dari kasus penyuntikan cairan formalin ke tubuh almarhum Cliff Muntu, baru memunculkan satu tersangka, yaitu Iyeng Sopandi. Menurut Sopandi, seperti yang dibeberkan Kapolda beberapa waktu lalu, penyuntikan formalin itu atas permintaan seorang pejabat IPDN berinisial LMG (Lexie M Giroth). Atas pengakuan Sopandi itulah, Tim II Penanganan Kasus IPDN yang dikepalai Kompol Slamet Uliandi, memeriksa Lexie M Giroth, Dekan Manajemen Ilmu Politik dan Pemerintahan IPDN. Lexie diduga kuat adalah orang menyuruh Sopandi untuk menyuntikan formalin ke jenazah Cliff Muntu. Di kampus IPDN seusai upacara Senin pagi, kepada wartawan Lexie membantah terlibat dalam penyuntikan formalin ketubuh Cliff Muntu. "Saya hanya ditugaskan oleh Rektor IPDN I Nyoman Sumaryadi untuk mengurus jenasah Cliff, menghubungi keluarga almarhum dan memberangkatkannya ke Manado. Kalau yang berkaitan dengan kesehatan, tanyakan kepada yang mengurusinya," kilahnya. Dia mengaku tahu kematian Cliff dari seorang praja di malam kejadian, kemudian dia menyuruh praja itu untuk segera melapor ke petugas piket dan rektor. Beberapa saat kemudian, Rektor IPDN menghubunginya dan memerintahkan untuk mengurusi jenasah Cliff. "Saya sempat menolak tapi Rektor meminta untuk berbagi tugas. Akhirnya saya melaksanakan perintah itu, walaupun surat tugasnya diberikan menyusul," kata Lexie. Lexie juga membantah telah menghalangi pemeriksaan jenasah Cliff. Kata dia, urusan ijin otopsi itu adalah urusan orangtua Cliff dan kepolisian. Sedangkan tugasnya adalah untuk menghubungi orangtua Cliff. "Saat saya menghubungi ayah Cliff, Noldy Muntu, saya belum mengetahui bagaimana kondisi Cliff yang sebenarnya," katanya. Dekan Fakultas Manajemen dan Ilmu Politik IPDN Lexie M Giroth membantah memerintahkan penyuntikan formalin ke jenazah Cliff Muntu. Dia mengaku tidak mengenal Iyeng Sopandi, tersangka penyuntikan formalin ke jenazah praja yang tewas akibat dianiaya seniornya itu. Bahkan saat ditanya keterkaitannya dengan Sopandi, Lexie membantah mengenal sekaligus menyuruhnya. "Saya tidak mengenal dia. Saya tidak pernah mengobrol dengannya dan tidak pernah memerintahkan," kilah Lexie di Kampus IPDN. Lexie mengaku tidak tahu soal penyuntikan formalin pada jasad Cliff. "Kalau saya tahu, pasti saya akan persoalkan," ujar Lexie. Menurut Lexie, yang mengetahui penyuntikan formalin itu bagian medis. Dirinya hanya diperintahkan oleh Rektor IPDN I Nyoman Sumaryadi untuk membawa jenazah Cliff ke daerah asalnya, Manado, Sulawesi Utara. Ketika di RSAI, dia mengaku disodori oleh Iyeng Sopandi sebuah blanko osong. "Karena itu dikatakan syarat, ya sudah, saya tandatangani saja," ujarnya. Sementara itu, Senin (16/4) petang, Tim III Penanganan Kasus IPDN, membawa dua orang ke Mapolda Jabar untuk diperiksa sebagai saksi. Kedua orang itu adalah staf administrasi di IPDN. Tim III yang dikomandani Kompol Roy Hardi Siahaan bertugas mengungkap kasus-kasus penganiayaan dan kematian praja yang terjadi sebelum kasus Cliff Muntu. Pemanggilan kedua staf IPDN itu diduga kuat untuk mengidentifikasi praja IPDN senior yang memukuli juniornya, seperti yang ditayangkan di seluruh stasiun televisi dan foto-foto di media cetak. Hal itu dibenarkan oleh Kapolda Jabar Irjen Pol Sunarko Danu Ardanto melalui Kabid Humas Polda Jabar AKBP Dade Achmad. Alumni-alumni IPDN yang terlihat memukuli dan menganiaya praja junior, seperti yang ditayangkan di televisi atau di koran, sudah mulai dilacak keberadaannya. "Mereka akan dimintai keterangannya tentang tindak kekerasan yang dilakukannya. Jadi, jangan kira alumni IPDN yang melakukan kekerasan, bisa bebas dari jeratan hukum atas tindakannya dulu meskipun yang bersangkutan sudah jadi pejabat. Seperti kata Kapolda, penegakan hukum harus objektif dan tidak diskriminatif," demikian Dade Achmad.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007