Jerusalem (ANTARA News) - Pasukan Israel pada Rabu (26/10) menghancurkan tujuh rumah orang Palestina di Jerusalem Timur, kata beberapa sumber Palestina dan satu kelompok pengawas hak asasi manusia Israel.

Ir Amim, satu kelompok hak asasi manusia yang berpusat di Jerusalem, mengatakan bahwa di Silwan --satu permukiman di seberang Kota Tua-- pasukan keamanan menghancurkan satu bangunan dua-lantai yang meliputi empat unti permukiman berbeda, lapor Xinhua/OANA.

Bangunan tersebut, milik keluarga besar Jaafreh, dibangun 17 tahun lalu tapi pemerintah kotaprajan menolak untuk memberi izin, dan mengatakan bangunan itu dibangun di "tanah yang dirancang sebagai ruang hijau".

"Tiga-puluh anggota keluarga kehilangan tempat tinggal, separuh dari mereka berusia di bawah 18 tahun," kata Ir Amim di dalam satu pernyataan.

Di Permukiman Beit Hanina, satu rumah dengan tiga-unit tempat tinggal dihancurkan.

Nasser Ar-Rajabi, pemilik salah satu unti tempat tinggal, mengatakan kepada kangtor berita Palestina, Maan, pasukan Israel menghancurkan rumahnya dengan dalih "bangunan tersebut tak memiliki izin yang diperlukan dan dikeluarkan oleh pemerintah".

Enam anggota keluarga Ar-Rajabi, termasuk empat anak yang berusia di bawah 18 tahun --satu di antara mereka memiliki tantangan fisik-- kehilangan rumah mereka, demikian laporan Xinhua. Sebanyak enam lagi anggota keluarga Siyam, yang tinggal di unit permukiman lain, termasuk tiga anak yang berusia di bawah 18 tahun, kehilangan tempat tinggal.

Seorang juru bicara bagi Kota Praja Jerusalem belum mengenluarkan pernyataan mengenai penghancuran bangunan tersebut.

Penghancuran baru-baru ini tersebut membuat jumlah rumah yang dihancurkan jadi 166, termasuk 112 unit tempat tinggal, kata Ir Amim. Jumlah itu merupakan peningkatan tajam jumlah bangunan yang dihancurkan, yang berjumlah 74 pada 2015.

Penghancuran tersebut terjadi di tengah bertambahnya jumlah peristiwa ketika pemukim Yahudi mengambil-alih rumah di permukiman orang Palestina di Kota Tua dan Lembah Bersejarah.

"Lebih dari 100 keluarga Palestina di Lembah Bersejatah terancam diusir, kebanyakan berada di Silwan --tempat Ateret Cohanim, satu organisasi pemukim Yahudi, melakukan kegiatan sistematis untuk merebut seluruh permukiman dan secara paksa mengusir sebanyak 600 warga," kata Ir Amim.

Israel menduduki Jerusalem Timur, bersama dengan bagian lain Tepi barat Sungai Jordan, dalam Perang Timur Tengah 1967. Israel belakangan mencaploknya, dan mengakuinya sebagai bagian dari "Ibu Kotanya yang tak terpisahkan", dalam tindakan yang dikutuk oleh masyarakat internasional.

Sebanyak 312.000 orang Palestina tinggal di jerusalem Timur, demikian data yang belum lama ini diserahkan ke Parlemen Israel. Sebagian besar dari mereka hidup dalam kemiskinan, dan nyaris tak memiliki akses ke layanan kesehatan, pendidikan serta kota praja.
(Uu.C003)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016