Tokyo (ANTARA News) - Di bawah payung tema "hidup bersama di Asia" tiga film pendek garapan sutradara asal Filipina, Jepang, dan Kamboja dipersatukan dalam omnibus "Asian Three-Fold Mirror: Reflections", yang tayang perdana pada Festival Film Internasional Tokyo (TIFF) ke-29.

"Shiniuma Dead Horse" garapan sutradara Filipina Brillante Ma Mendoza, "Pigeon" yang disutradarai Isao Yukisada dari Jepang, dan "Beyond The Bridge" oleh Sotho Kulikar dari Kamboja, mengajak penonton untuk menyaksikan potret hubungan manusia lintas negara, konflik yang dihadapinya, rasa kehilangan, dan kesetiaan.

Film pertama, "Shiniuma Dead Horse" mengangkat cerita tentang Marcial atau Manny, seorang pekerja ilegal di sebuah peternakan kuda di Hokkaido, Jepang, yang terpaksa kembali ke kampung halamannya karena dideportasi.

Hanya saja, sekembalinya ke Filipina, Marcial yang diperankan oleh aktor Filipina Lou Veloso, jutru mendapati keluarga yang ia tinggalkan bertahun-tahun, sudah tercerai berai. Ia pun merasa tidak ada lagi tempat bagi dirinya.

Setelah "Shiniuma Dead Horse", penonton dibawa untuk menyelami perasaan yang dipendam seorang pria tua kesepian, Michisaburo Tanaka yang diperankan aktor senior Jepang Masahiko Tsugawa, lewat film "Pigeon" arahan sutradara Jepang Isao Yukisada.

"Pigeon" mengisahkan tentang veteran perang Pasifik, Tanaka yang meninggalkan negaranya untuk menghabiskan masa tuanya di Penang, Malaysia. Ia tinggal di sebuah rumah besar dan memelihara burung merpati di teras atap rumahnya.

Tanaka digambarkan sebagai seseorang yang sangat tertutup dan keras hati, namun sedikit demi sedikit membuka diri karena kehadiran Yasmin, seorang perawat dari Malaysia yang diperankan aktris Shafirah Amani

Pada film ketiga, "Beyond The Bridge", sutradara Sotho Kulikar menyuguhkan kisah cinta antara Fukuda, seorang pria Jepang yang tinggal di Kamboja, dengan wanita pribumi bernama Mealea. Keduanya terpaksa berpisah karena perang sipil di Kamboja.

Setelah bertahun-tahun, Fukuda yang diperankan aktor kenamaan Jepang Masaya Kato, akhirnya kembali ke Kamboja dan berusaha berdamai dengan masa lalunya.

Jembatan persahabatan Jepang-Kamboja (Chroy Changvar Bridge) di Phonm Penh itu menjadi senter dari "Beyond The Bridge", yang menurut sang sutradara merupakan metafora dari penghubung dalam kehidupan.

Pengalaman pertama

Proyek "Asian Three Fold Mirror 2016: Reflections" tidak hanya membawa para penontonnya untuk memperdalam pemahaman dan mengeksplorasi kehidupan orang-orang di Asia, melainkan juga mengantar para sutradara dan pemain untuk berada di tempat-tempat baru dan berinteraksi dengan orang-orang yang berbeda budaya.

Saat sesi jumpa pers bersama para sutradara dan aktor setelah penayangan "Reflections" di Toho Cinema Roppongi Hills, Rabu (26/10), sutradara Brillante Mendoza mengaku harus bekerja keras saat syuting di Hokkaido Jepang.

"Ini pertama kalinya saya mengambil gambar di luar Filipina dan bersalju. Benar-benar pengambilan gambar yang sulit," ujarnya.

Tidak berbeda dengan Mendoza, Lou Veloso mengatakan, berada di Hokkaido yang bersalju merupakan tantangan berat baginya.

"Sangat dingin, karena kami tidak punya salju di Filipina. Dan Mendoza tidak memberitahu saya jalan ceritanya, hanya mengatakan kepada saya untuk berjalan di salju. Keesokan harinya kaki saya bengkak," ujarnya.

Sementara, bagi pemeran Fukuda, Masaya Kato, keterlibatannya dalam "Beyond The Bridge" membuatnya belajar lebih banyak tentang Kamboja dan sejarahnya.

"Anda belajar lebih banyak dengan bekerja di luar negeri daripada hanya mengunjunginya. Melalui proyek ini, saya menyadari betapa banyak hal yang saya tidak tahu (tentang Khmer Merah). Proyek seperti ini memberi kita kesempatan untuk memahami hal-hal baru," katanya.

Hal yang sama juga dirasakan Isao Yukisada. Karena proyek itu, ia melakukan pengambilan gambar di Malaysia untuk pertama kali dan merasakan perbedaan budaya kerja antara kru film Jepang dengan Malaysia.

Meski demikian, ujarnya, pebedaan-perbedaan tersebut pada akhirnya dapat disatukan.

"Itu adalah pengalaman yang benar-benar berharga. Saya percaya kita perlu berkolaborasi dengan para pemain dan kru dari berbagai negara dan di lokasi yang berbeda-beda, untuk menghasilkan film berstandar global" ujarnya.

Pewarta: Heppy Ratna Sari
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2016