Jakarta (ANTARA News) - Ketua Asosiasi Pimpinan Perguruan Tinggi Hukum Indonesia (APPTHI) Dr Laksanto Utomo mengingatkan para praktisi hukum Indonesia tidak perlu sepenuhnya belajar ke Amerika Serikat (AS) karena faktanya, hukum yang berbasis Pancasila jauh lebih baik diterapkan.

Oleh karenanya, reformasi hukum pemerintahan Joko Widodo harus didasarkan pada Pancasila, jangan berkiblat ke AS yang saat ini mengalami kerapuhan luar bisa, kata Laksanto lewat pesan singkat usai menghadiri Kongres "International Assosiation Law Schools" (IALS) di San Fransisco, Kalifornia, AS, Minggu.

Menurutnya, begitu banyak para "preman" jalanan terlihat mabuk akibat minum alkohol dan mengonsumsi narkoba tidak jauh dari Universitas UC Hasting School of Law San Fransisco, sehingga cukup menakuti para pejalan kaki, termasuk peserta kongres IALS tersebut.

Gambaran ketidaknyamanan di jalanan SF itu, juga diceritakan para sopir taksi dari Filipina yang sudah puluhan tahun tinggal di wilayah tersebut.

"Pemandangan tidak sedap itu menjadi pertanyaan dalam sesi tanya jawab oleh para peserta dari Ghana, Swiss, Yordania, Inggris, Turki, Rusia, India dan Malaysia".

Para hakim banding internasional, seperti Daqun Liu berikut sejumlah praktisi hukum dari UC Hasting School mengatakan, AS sangat menghargai Hak Asasi Manusia (HAM), sehingga pemerintahnya membiarkan para gelandangan, dan pengemis berkeliaran di jalan-jalan, katanya, seperti dikutip Laksanto.

Laksanto, saat ini menjabat wakil Dekan Universitas Krisna Dwipayana (Unkris) menambahkan kejadian seperti itu sesungguhnya bukan karena semata-mata pemerintahnya menegakkan HAM, tetapi lebih terkait persoalan ketidakadilan, mungkin hal itu terjadi akibat masih banyak korupsi di wilayah San Frasisco.

Filosofi hukum yang dikembangkan di AS, kata Laksanto, cenderung ke arah "menang dan kalah".

Siapa yang merasa kuat, harus mengatur yang lemah, sehingga filsafat seperti itu kurang tepat jika diterapkan di Indonesia.

Indonesia sudah punya filsafat hukum yang berbasis pada Pancasila, mengayomi yang kurang beruntung, melindungi rakyat miskin, dan mengedepankan asas musyawarah, bukan pada menang kalah - biasa dituntaskan melalui sistem pungutan suara (voting), katanya seraya mengatakan, saat ini pembentukan hukum di Indonesia agaknya mulai mengadopsi filsafat hukum AS yang mengandalkan kalah-menang, tetapi meninggalkan kerukunan dan kebersamaan.

Ia memberi contoh pengaturan hukum di bidang penguasaan tanah, pendirian korporasi dan pembentukan hukum lainnya. Saat ini filosofi hukum dalam negeri agaknya mulai meninggalkan Pancasila, karena itu ketua APPTHI itu mengingatkan pemerintah agar tidak terjebak dengan parameter hukum AS atau Eropa yang saat ini justru mendekati kelemahan.

Kongres IALS yang diikuti lebih dari 19 negara, membahas berbagai isu perkembangan hukum, politik, dan ekonomi di berbagai negara, termasuk Indonesia.


Pewarta: Theo Yusuf Ms
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016