Jakarta (ANTARA News) - Kamis pagi (10/11) di Jalan Kalibata, Jakarta Selatan sudah penuh sesak dengan kendaraan yang mengantri mengarah ke Pasar Minggu atau ke arah Pancoran.

Pengeras suara di mobil Polantas berkoar-koar mengarahkan kendaraan yang melalui jalan tersebut untuk mengambil lajur kanan karena rupanya lajur kiri telah penuh dengan kendaraan roda empat yang parkir.

"Macet banget ni, ada demo lagi gitu?" celetuk seorang pengendara ojek daring yang melintas bersamaan di jalan itu bersama Antara.

Jalan yang terletak persis di depan TMP Kalibata itu memang biasanya macet pada hari-hari kerja, terutama pagi atau sore hari saat jam-jam warga berangkat maupun pulang kantor.

Namun kemacetan pada Kamis itu semakin luar biasa hingga mencapai jalan layang yang mengarah ke Jalan Dewi Sartika.

Bukan karena demonstrasi, unjuk rasa, apalagi kerusuhan, ternyata parkiran di pinggir jalan itu penuh oleh masyarakat, serta TNI dan Polri yang ingin melakukan upacara Ziarah Nasional Hari Pahlawan di Taman Makam Pahlawan Kalibata.

Jika melihat deretan batu nisan "ber-helm" di lapangan rumput itu, lelah ataupun keluh warga karena kemacetan, hiruk pikuk ibu kota, atau klakson kendaraan mungkin tak sepadan dengan pengorbanan yang dilakukan para pejuang 45.

Ratusan atau bahkan ribuan jenazah yang tergeletak tak berdaya di TMP Kalibata mungkin pernah lebih merasakan derita ketika mendirikan bangsa ini, Indonesia.

Para pahlawan nasional yang mendapat penghormatan resmi setahun dua kali, saat Hari Kemerdekaan Indonesia dan Hari Pahlawan, merasa tidak cukup dihargai jika pemuda bangsa tidak menjaga persatuan yang sering dibanggakan melalui Bhinneka Tunggal Ika.

"Pemuda ya harus punya jiwa nasionalis, cinta bangsa dan cinta Tanah Air," demikian ucap salah seorang veteran pejuang 1945 Wimo Sumanto ditemui sebelum Upacara Ziarah Nasional di TMP Kalibata.

Kendati demikian, Wimo memuji perayaan Hari Pahlawan dan Hari Kemerdekaan di Indonesia yang diisi berbagai lomba di masyarakat baik di dalam maupun luar negeri.

Pejuang yang dahulunya beroperasi tempur di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah itu bercerita puluhan ribu pejuang yang telah dianggap sebagai karibnya, gugur di medan perang demi mencapai kemerdekaan RI.

Dengan semangat, Wimo tampil menyalami sejumlah perwira TNI yang berjaga untuk keamanan Presiden Joko Widodo saat upacara berlangsung.

Bahkan, dia juga meminta swafoto bersama beberapa prajurit yang datang pada saat itu.

"Ini logo pasukan komando saya dari Brigadir 17. Dahulu kawasannya seluruh Jawa pada perang kemerdekaan," ucap Wimo yang juga pernah bertugas dalam Operasi Trikora merebut Irian Barat dari Belanda.

Semangat nasionalisme inilah yang mungkin menurut Presiden Jokowi, perlu untuk terus digelorakan.

Presiden Jokowi, saat ramah tamah bersama Warakawuri dan keluarga Pahlawan Perintis Nasional mengatakan tantangan yang dihadapi untuk mewujudkan cita-cita para pahlawan tidak mudah dengan segala rintangannya.

Kendati demikian, Kepala Negara yakin dengan doa dan restu para pejuang dan pahlawan, pemerintah dapat membangun Indonesia sampai ke pelosok Tanah Air.

"Bangsa yang besar ialah bangsa yang menghargai, yang menghormati jasa-jasa para pahlawan," tegas Jokowi.

Presiden bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla telah melaksanakan upacara Ziarah Nasional di TMP Kalibata dengan cuaca yang sangat cerah.

Keduanya didampingi sejumlah pimpinan lembaga tinggi negara dan beberapa menteri Kabinet Kerja menabur bunga di beberapa makam pahlawan antara lain makam Pahlawan Revolusi, Almarhum H Adam Malik, Almarhum H Umar Wirahadikusumah, Almarhum H Soedharmono, Almarhumah Hj Ainun Habibie, Almarhum H Taufiq Kiemas, Pahlawan Prajurit Tamtama, dan Pahlawan Tak Dikenal.


Kenali pahlawan

Lukisan-lukisan terpamer di tiga sisi dinding Gedung Konvensi, TMP Kalibata lengkap dengan plat kuningan berisi data diri.

Di tengah ruangan, belasan meja bundar bertaplak putih dan vas berbunga memenuhi isi ruangan siap untuk menyambut kedatangan Presiden dan Wapres untuk beramah tamah bersama para veteran pejuang 1945.

Kendati berusia senja, para pejuang senior itu tetap bersemangat dan ceria saat berkumpul bersama rekan-rekannya semasa perjuangan mengusir penjajah.

Beberapa anak kecil, yang mungkin cucu mereka, ada yang berkeliling mengamati lukisan-lukisan tadi, para pahlawan Indonesia.

Memang beberapa wajah di jejeran lukisan itu ada yang kita kenal karena menjadi gambar di uang kertas Rupiah, seperti Soekarno, M Hatta, Kapitan Pattimura, ataupun Tuanku Imam Bonjol.

Namun, beberapa nama dan wajah pahlawan nasional juga tampak asing. Kendati pahlawan berjuang bukan untuk mencari ketenaran, namun lebih bijaksana jika siswa siswi penerus bangsa memahami jasa para pahlawannya.

Kendati terdapat tokoh-tokoh masyarakat baik dari ormas agama maupun politis, atah bahkan turunan raja yang memang hanya dikenal oleh sebagian orang saja.

Terdapat beberapa tokoh yang boleh dikatakan baru diangkat menjadi pahlawan nasional.

Para Rabu (9/11), Presiden Jokowi juga telah menerbitkan Keputusan Presiden Nomor 90/TK/Tahun 2016 tanggal 3 November 2016 tentang Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional yang menunjuk KHR Asad Samsul Arifin sebagai pahlawan nasional.

Asad lahir pada 1897 di Mekkah dan wafat pada 4 Agustus 1990 di Situbondo saat berumur 93 tahun.

Ia dikenal sebagai pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syafiiyah di Desa Sukorejo, Kecamatan Asembagus, Kabupaten Situbondo, Jawa Timur dan merupakan ulama serta tokoh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dengan jabatan terakhir sebagai Dewan Penasihat (Musytasar) PBNU.

Selain itu, pada 2015, Jokowi juga mengeluarkan Keppres Nomor 116/TK/Tahun 2015 tanggal 4 November 2015 yang mengangkat I Gusti Ngurah Made Agung sebagai pahlawan nasional.

Dia merupakan pahlawan perjuangan dalam Puputan Badung untuk mempertahankan kedaulatan Kerajaan Badung dan Tabanan dari penjajah Belanda.

IGN Made Agung lahir di Puri Agung pada 5 April 1876 dan gugur di medan perang pada 20 September 1906 serta dimakamkan di Puri Satria, Denpasar.

Sementara Marthen Indey, pejuang asli Papua, dianugerahi gelar Pahlawan Nasional melalui Keppres Nomor 77/TK/1993 pada 14 September 1993.

Marthen yang dilahirkan di Doromena, sebuah desa di Jayapura, Papua, pada 14 Maret 1912 dan wafat pada 17 Juli 1986 itu merupakan aktivis kemerdekaan Indonesia di Tanah Mutiara Hitam.

Dia juga turut membantu pembebasan Papua dari penjajahan Belanda.

Begitu banyak pahlawan dengan jasa-jasanya yang mungkin tidak kita kenal bahkan tidak menjadi nama jalan atau terpampang mukanya di uang kertas Rupiah.

Namun, keringat dan nyawa mereka di masa perjuangan mencapai kemerdekaan dari penjajah sangat perlu kita lanjutkan dengan membangun persatuan dan kesatuan Republik Indonesia.

Kendati Soekarno pernah menyampaikan; "Perjuanganku lebih mudah karena melawan penjajah. Tapi perjuangan kalian akan lebih berat, karena melawan saudara sendiri," namun "Sang Garuda" tetap akan membangun kejayaannya mulai dari pelosok daerah.

"Saya yakin, dengan doa-doa yang diberikan para leluhur kita, para pahlawan kita, saya meyakini rintangan dan halangan-halangan itu akan kita bisa lalui dengan baik," kata Jokowi.

(T.B019/S027)

Oleh Bayu Prasetyo
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016