Adanya data yang terkumpul jadi tentunya akan memudahkan. Bila perlu, kita tinggal retrieve data tersebut."
Nusa Dua, Bali (ANTARA News) - Sidang Umum Interpol ke-85 yang digelar di Nusa Dua Kabupaten Badung, Bali sejak Senin (7/11) hingga Kamis (10/11) menghasilkan 10 resolusi sebagai agenda kerja Interpol setahun kedepan.

Pada forum sidang umum kali ini dilakukan pemilihan presiden baru yang dilakukan pada hari terakhir sidang yang telah memilih sosok untuk menduduki jabatan presiden Interpol yang baru, yaitu Meng Hongwei dari China.

Sekretaris National Central Bureaus (NCB) Polri, Brigjen Pol Naufal M. Yahya, di Bali, Jumat, mengatakan salah satu resolusi yang disahkan yaitu mengenai strategi Interpol pada 2017-2020 untuk memberantas kejahatan transnasional.

"Terkait dengan berkembangnya kejahatan, Interpol sepakat membangun arsitektur strategi dalam menghadapi kejahatan terorganisir," ujar Naufal.

Selain itu, para delegasi juga membahas persyaratan dan mekanisme untuk sebuah negara yang ingin bergabung dalam keanggotaan Interpol.

Naufal mengatakan, ada tiga negara observer dari Palestina, Kosovo, dan Solomon yang ingin bergabung. Namun, saat dilakukan pemungutan suara, keputusan terkait hal tersebut belum bisa disahkan karena anggota yang hadir tidak memenuhi kuorum yaitu 2/3 dari jumlah seluruh anggota.

Selanjutnya, forum juga menyepakati penguatan sistem untuk saling berbagi informasi antar anggota Interpol diantaranya terkait penyebaran "red notice".

Sementara Indonesia sebagai anggota Interpol dapat membantu proses hukum yang sedang berlangsung di negara lain sesama anggota Interpol jika diminta sesuai dengan UU Nomor 1 Tahun 2006 tentang Bantuan Hukum Timbal Balik (BHTB).

Secara organisasi, Interpol mengenal mekanisme bantuan hukum timbal balik atau BHTB (Mutual Legal Assistance in Criminal-MLA) dalam permintaan bantuan terkait penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di sidang pengadilan, perampasan hasil kejahatan dan permintaan lainnya.


Data Biometrik Lacak Teroris

Demi meningkatkan pertukaran informasi mengenai tindak kejahatan transnasional, khususnya terorisme, maka Interpol juga menyepakati mengembangkan data biometrik.

Kekhawatiran terhadap adanya teroris asing yang kembali dari zona konflik merupakan salah satu isu penting yang dibahas dalam forum sidang Interpol.

Dalam menghadapi ancaman tersebut, para anggota Interpol diharapkan untuk saling berbagi informasi diantaranya data biometrik yang berguna untuk mengidentifikasi calon pelaku teror yang akan melakukan tindakan terorisme.

"Dengan data biometrik, mereka foreign terrorist fighter (FTF) akan bisa terdeteksi, karena data FTF itu juga dimiliki sehingga kalau mereka berpindah bisa terdeteksi," kata Naufal.

Ia mengatakan, dalam mengatasi masalah terorisme, setiap negara tak bisa bekerja sendiri karena teroris hidup berpindah dari negara satu ke negara lain. Jaringan teroris pun berkembang dan berkaitan antara satu negara dengan negara lain.

"Adanya data yang terkumpul jadi tentunya akan memudahkan. Bila perlu, kita tinggal retrieve data tersebut," tuturnya.

Selain itu disetujui program Interpol 2020 yang akan memetakan program dan hasil kerja berdasarkan wilayah. Setelah itu, hasilnya diserahkan kepada Sekretariat Jenderal Interpol.

"Regionnya ada Asia Pasifik, Amerika Latin, Eropa, dan lain-lain," ucapnya.

Sidang Umum Interpol juga mendukung perluasan program I-Checkit untuk industri maritim sebagai bagian dari upaya untuk meningkatkan keamanan perbatasan dan pengawasan terhadap penumpang kapal.

Untuk tahap awal program ini, Interpol menggandeng Carnival Corporation untuk uji coba. Pengujian dilakukan selama tiga bulan yakni Agustus-Oktober 2016 pada empat kapal Princess Cruises.

Interpol telah melakukan uji coba dengan melakukan pengecekan pada 34 ribu dokumen perjalanan penumpang melalui sistem Interpol yang berisi basis data "Stolen and Lost Travel Document" (SLTD). Keberhasilan uji coba ini menunjukkan peranan sistem tersebut dalam memperkuat keamanan industri pelayaran global.

"Carnival Corporation yang akan terintegrasi dengan I-Checkit untuk proses check-in penumpang global memungkinkan untuk melakukan skrining dokumen perjalanan dari database SLTD Interpol yang berisi lebih dari 69 juta data dari 175 negara," jelasnya.

Menurutnya, penggunaan sistem I-Checkit oleh Carnival Corporation akan diperluas secara bertahap ke 10 jalur pelayaran di Amerika Utara, Eropa, Australia dan Asia.

Ia berujar sistem I-Checkit telah sesuai dengan Ketentuan Interpol tentang pengolahan data. Sejak tahun 2015, sistem ini telah beroperasi penuh di sektor penerbangan oleh maskapai AirAsia yang digunakan sebagai proyek percontohan.

Dalam sidang diputuskan pula soal supervisi Interpol terkait data-data dalam organisasi. Nantinya akan dilakukan supervisi secara reguler terkait data kriminal dan kejahatan transnasional.

Selebihnya, ada juga pembahasan mengenai masalah keorganisasian Interpol. Ada pengangkatan dua anggota komite eksekutif Interpol yang sudah melewati masa jabatan. Namun, Indonesia yang mengincar posisi itu, tidak termasuk ke dalam nominasi negara yang akan menduduki jabatan tersebut.

Kemudian, sidang juga menyetujui laporan keuangan Interpol 2015 dan perencanaan anggaran untuk 2017. "Juga menyetujui pembiayaan dari donasi," katanya.


Bali Aman

Sementara itu Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian menyatakan rasa syukurnya atas berlangsungnya Sidang Umum Interpol ke-85 yang telah berjalan dengan baik.

"Kita patut bersyukur karena semua berjalan dengan lancar tanpa ada gangguan, semua sesuai jadwal, bahkan mendapat apresiasi tinggi dari seluruh delegasi," kata Jenderal Tito dalam penutupan Sidang Umum Interpol di Bali Nusa Dua Convention Center (BNDCC), Nusa Dua, Bali.

Menurut Kapolri, hampir semua delegasi memuji penyelenggaraan sidang umum tersebut.

Tito menyebut jumlah delegasi yang hadir di Sidang Umum Interpol ke-85 juga tercatat terbesar dalam sejarah sidang Interpol yakni mencapai 167 negara (164 negara anggota Interpol dan tiga negara observer).

Menurut Tito, ada dua faktor yang membuat penyelenggaraan sidang ini berjalan dengan baik dan diikuti oleh banyak negara yakni karena pemilihan lokasi yang tepat dan kepercayaan delegasi terhadap kondisi keamanan Indonesia.

"Mereka (para delegasi) percaya pada stabilitas keamanan di Indonesia. Jadi terlepas dari dinamika yang terjadi di beberapa tempat, mereka sangat percaya bahwa keamanan akan tetap terjaga di Bali," imbuh Tito.

Sidang Umum Interpol berikutnya akan digelar di Beijing, Cina pada 2017.

Oleh Anita Permata Dewi
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016