Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi III DPR I Putu Sudiartana didakwa menerima suap Rp500 juta terkait pengurusan penambahan alokasi Dana Alokasi Khusus (DAK) kegiatan sarana dan prasarana penunjang tahun anggaran 2016 provinsi Sumatera Barat pada APBN Perubahan 2016.

Putu Sudiartana bersama Noviyanti dan Suhemi menerima hajiah uang sebesar Rp500 juta dari Yogan Askan dan Suprapto untuk menggerakkan terdakwa selaku anggota DPR RI membantu pengurusan penambahan alokasi Dana Alokasi Khusus (DAK) kegiatan sarana dan prasarana penunjang tahun anggaran 2016 Provinsi Sumatera Barat pada APBN Perubahan 2016, kata jaksa penuntut umum KPK Jakarta Herry B.S Ratna Putra dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Rabu.

Yogan Askan adalah Direktur PT Faktanusa Ciptagraha yang juga salah satu politisi Partai Demokrat di Sumatera Barat sedangkan Suprapto adalah Kepala Dinas Prasarana Jalan Tata Ruang dan Pemukiman provinsi Sumbar.

Sumbar pada Juli 2016 mengusulkan DAK kegiatan pembangunan dan perawatan jalan di Sumbar pada APBNP 2016 sebesar Rp76 miliar dari total seluruh DAK sejumlah Rp340,854 miliar.

Terkait usulan itu, orang dekat Putu bernama Suhemi bertemu dengan pihak swasta Desrio Putra dan menyampaikan bahwa Suhemi sebagai teman I Putu Sudiartana dari Demokrat serta bermaksud membantu usulan DAK yang berhubungan dengan infrakstruktu. Suhemi pun minta dipertemukan dengan Suprapto selaku Kepala Dinas Prasarana Provinsi Sumbar.

Suprapto selanjutnya meminta Desrio bertemu Kabid Pelaksanaan Jalan pada Dinas Prasarana Jalan Tata Ruang dan Pemukiman Sumbar Indra Jaya untuk mendiskusikan bantuan alokasi DAK. Indra Jaya bertemu dengan Suhemi, Desrio dan Jefrianto pada November 2016 di hotel Ibis Padang.

Supraprto meminta Indra Jaya mengusulkan DAK kepada Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat sebesar Rp530,76 juta melalui surat Gubernur Sumbar No 900/3130-Pelaks/2015 tanggal 6 Oktober 2015 yang salinannya juga diberikan kepada I Putu Sudiartana.

Pada pertengahan November 2015, Suprapto dan Indra Jaya menemui Putu di gedung DPR dan meminta agar Putu mengalokasikan dana DAK sesuai proposal.

"Terdakwa menyanggupinya bahkan terdakwa memberi masukan agar diusulkan anggaran untuk kegiatan pembangunan gedung dan air bersih serta meminta Supratpo untuk membuat usulannya. Atas penjelasan dari terdakwa, Suprapto meminta Indra Jaya agar tidak menyerahkan proposal kegiatan pembangunan jalan yang sudah dibawa dan mengubah usulan sehingga mencakup pembangunan jalan, gedung dan air bersih," tambah jaksa Herry.

Sehingga usulan itu disampaikan melalui Surat Gubernur Sumbar No 900/3699-Pelaks/2015 tanggal 24 November 2015 dengan usulan keseluruhan berjumlah Rp620,76 miliar. Putu mendapatkan salinan surat kepada gubernur itu pada 17 Desember 2016.

Pada awal Janari 2016 di rumah makan Suaso (Padang), Yogan Askan bertemu dengan Suhemi, Suprapto dan Indra Jaya dengan Suhemi menyampaikan bahwa I Putu Sudiartana sedang berupaya membantu.

Yogan pun meminta untuk bertemu Putu Sudiartana, pertemuan terlaksana pada 29 Mei 2016 di lapangan golf Pondok Indah antara Yogan, Suhemi dan Putu Sudiartana. Dalam pertemuan itu Yogan dan Indra Jaya kembali meminta Putu agar dapat membantu mengalokasikan DAK prvinsi Sumbar dan Putu pun mengatakan akan berusaha membantu. Pertemuan lanjutan dilakukan pada 6 Juni 2016 antara Yogan dan Suhemi yang menemui Putu di gedung DPR menanyakan pengalokasian DAK Sumbar, dimana Putu menyampaikan bahwa usulan masih dalam proses pembahasan.

"Pada 10 Juni 2016, dalam pertemuan antara terdakwa, Suprapto, Yogan, Indra Jaya, terdakwa menyampaikan akan mengusahakan alokasi anggaran DAK pada proyek pembangunan dan perawatan ruas jalan provinsi Sumbar dalam APBN Perubahan TA 2016 senilai Rp50 miliar," tambah jaksa Herry.

Tapi Suprapto meminta I Putu Sudiartana agar alokasi anggara tersebut dapat dinaikkan menjadi Rp100-150 miliar, untuk itu Putu Sudiartana bersedia membantu dan meminta imbalan sebesar Rp1 miliar.

Putu menanyakan soal "fee" Rp1 miliar pada 15 Juni 2016, atar permintaan itu Suhemi menanyakan kepada Yogan dan mendapat jawaban sedang diupayakan bersama Suprapto dan Indra Jaya.

Akhirnya disepakati "fee" untuk Putu adalah sebesar Rp500 juta yang berasal dari Yogan Askan sebesar Rp125 juta, Suryadi Halim sebesar Rp250 juta, Johandri sebesar Rp75 juta dan Hamnasri Hamid sebesar Ro50 juta, selanjutnya masing-masing mentransfer uang ke rekening Yogan yang selanjutnya akan diserahkan ke asisten Putu bernama Novianti dengan istilah "kaleng susu 500 kotak".

Yogan kembali bertemu dengan Putu pada 23 Juni 2016 di Cafe Bistro Plaza Senayan, kemudian mengatakan sudah tersedia Rp500 juta untuk Putu dan meminta agar anggaran menjadi Rp100-150 miliar, sedangkan Putu meminta agar uang diberikan dalam dolar Singapura. Putu lalu menuliskan angka 100 pada tissu, lalu meminta Noviyanti untuk mengantarkan tisu tersebut kepada Rinto Subekti selaku anggota Badan Anggaran DPR dari fraksi Demokrat maksudnya menanyakan apakah alokasi anggaran untuk Sumbar dapat disetujui sebesar Rp100 juta, namun Rinto mengatakan bahwa sudah telat.

Karena sudah telat maka Putu mencoba untuk menggunakan kuota anggota Banggar dari fraksi Partai Gerindra untuk mengusahakan DAK provinsi Sumbar. Putu pun meminta Novianti menerima uang dari Yogan Askan.

Uang diberikan melalui transfer berturut-turut sebesar Rp100 juta melalui rekening Ni Luh Putu Sugiani yang merupakan kerabat Putu pada 25 Juni 2016; sebesar Rp400 juta melalui rekening Muchlis yaitu suami Noviyanti (Rp50 juta), Djoni Garyana (Rp150 juta), dan Rp200 juta melalui rekening Ni Luh Putu Sugiyani dengan keterangan "sewa villa" sebagaimana arahan Noviyanti pada 27 Juni 2016.

Pada 28 Juni 2016, Putu menghubungi Yogan menyampaikan bahwa DAK kegiatan sarana dan prasarana penunjang provini Sumbar sebesar Rp50 juta sudah disetujui.

Atas perbuatan itu, Putu didakwa berdasarkan pasal 12 huruf a atau pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengna UU No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya dengan hukuman minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun penjara serta denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.

Putu juga masih didakwa menerima gratifikasi sebesar Rp2,7 miliar dengan dakwaan berdasarkan pasal 12 B UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengna UU No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Atas dakwaan itu Putu mengajukan nota keberatan (eksepsi).

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2016