PT EKP sudah pernah mengajukan surat ke Ditjen Pajak karena dipersulit, tapi kenapa tidak ditanggapi? Surat bahkan sudah sampai ke presiden, di sini PMA (Penanam Modal Asing) disudutkan dan dibuat persoalan sehingga ini adalah pemerasan..."
Jakarta (ANTARA News) - Country Director PT EK Prima Ekspor Indonesia (EKP) Rajesh Rajamohanan Nain mengklaim dirinya menjadi korban pemerasan oknum Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

"Dari pemberitaan selama ini mengatakan bahwa klien kami melakukan suap. Kami ingin koreksi klien kami adalah korban, bukan pelaku. Klien kami ini jadi korban dari orang yang kita indikasikan dilakukan oleh oknum-oknum kantor pajak," kata pengacara Rajamohanan, Tommy Singh di Jakarta, Kamis.

Tommy Singh bersama dengan dua pengacara lain mengaku ditunjuk oleh kantor pusat PT EKPP di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab untuk menangani kasus ini.

"Sehingga kami dalam waktu dekat akan menemui tim Reformasi Pajak yang dibentuk ibu menteri untuk menjelaskan, karena di sini ada motif-motif yang kami dengar memojokkan menekan sehingga pemerasan," tambah Tommy.

Pemerasan itu dilakukan dengan cara menjadikan PT EKP sebagai objek pemeriksa pajak dan berulang kali dipanggil oleh petugas pajak.

"Oknumnya ada 3, jadi selain Pak Handan ada 2 lagi," ungkap Tommy sambil menyebut oknum kantor pelayanan pajak wilayah Jakarta Utara termasuk di dalamnya.

Tommy mengaku bahwa pada Agustus atau September 2016 PT EKP sudah mengajukan Tax Amnesty (Pengampunan Pajak), tapi pengajuan itu ditolak.

"Tapi sebelum melakukan tax amnesty oleh oknum-oknnum pajak pengajuan itu ditolak, penolakannya itu tidak jelas tapi nanti kita akan lihat kejanggalan-kejanggalannya, kalau perlu akan bertemu Menkeu untuk menjelaskannya," tambah Tommy.

Tommy menjelaskan bahwa Rajamohan pun sudah pernah mengadukan kesulitan tersebut ke DJP.

"PT EKP sudah pernah mengajukan surat ke Ditjen Pajak karena dipersulit, tapi kenapa tidak ditanggapi? Surat bahkan sudah sampai ke presiden, di sini PMA (Penanam Modal Asing) disudutkan dan dibuat persoalan sehingga ini adalah pemerasan padahal tax amnesty adalah hal legal dan difasilitas pemerintah tapi kenapa kami belum mengajukan tax amnesty sudah ditolak?" ungkap Tommy.

PT EKP menginduk pada Lulu Group yang bermarkas di Uni Emirat Arab. Lulu Grup secara resmi membuka "hypermarket" pertama di kawasan Cakung, Jakarta Timur pada 31 Mei 2016 dan diresmikan Presiden Joko Widodo.

Namun Tommy mengakui bahwa PT EKP juga punya sejumlah tunggakan pajak.

"Ada beberapa tunggakan, tapi sudah diberikan clearance nanti kami akan buka dan akan minta segera bertemu tim reformasi pajak," ungkap Tommy.

Dalam kasus ini, KPK menetapkan Country Director PT E.K.Prima Ekspor Indonesia (EKP) Rajesh Rajamohanan Nain sebagai pemberi suap dan Kasubdit Bukti Permulaan Direktorat Penegakan Hukum pada Direktorat Jenderal Pajak Handang Soekarno sebagai penerima suap terkait pengurusan surat tagihan pajak PT EKP.

KPK pada Rabu (23/11) menggeledah empat lokasi yaitu kantor DJP Jalan Gatot Subroto kavling 40-42 Jakarta Selatan; kantor PT EK Prima Ekspor Indonesia di Graha E.K Prima Ruko Textile blok C3 Jalan Raya Mangga Dua No.12 Jakarta; rumah kost Handang di belakang kantor DJP dan rumah Rajesh di kompleks Springhill Golf Residence kelurahan Pademangan Timur kecamatan Pademangan Jakarta Utara.

Rajesh dan Handang diamankan dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK pada Senin (21/11) sekitar pukul 20.00 WIB di rumah Rajesh di Springhill Residences, Kemayoran saat terjadi penyerahan uang dari Rajesh ke Handan sebesar 148.500 dolar AS atau setara Rp1,9 miliar.

Uang Rp1,9 miliar itu merupakan komitmen total Rp6 miliar. Uang itu diberikan oleh Country Director PT E.K.Prima Ekspor Indonesia (EKP) Rajesh Rajamohanan Nain agar Handan mencabut Surat Tagihan Pajak (STP) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) barang ekspor dan bunga tagihan pada tahun 2014-2015 senilai Rp78 miliar.

STP itu dikeluarkan oleh Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016