Jakarta (ANTARA News) - Kepala Sub Direktorat Bukti Permulaan Direktorat Penegakan Hukum di Direktorat Jenderal Pajak Handang Soekarno mengakui ia dijanjikan mendapat komisi 10 persen dalam pengurusan pajak PT E.K.Prima Ekspor Indonesia (EKP).

"Yang saya tangkap ceritanya tadi Pak Handang mengatakan dia tidak mau membantu hal ini sampai diiming-imingi kompensasi 10 persen dalam beberapa kali pertemuan. Pak Handang mengatakan lima kali pertemuan dan terjadi di satu hotel besar, ia diundang makan malam," kata pengacara Handang, Krisna Murti, di gedung KPK Jakarta, Senin.

Dalam perkara ini, Handang ditetapkan sebagai tersangka penerima suap dan Country Director PT E.K.Prima Ekspor Indonesia Rajesh Rajamohanan Nain ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap.

Krisna membantah pernyataan pengacara Rajesh, Tommy Singh, yang mengklaim bahwa kliennya diperas oleh Handang.

"Pak Handang mengatakan dia tidak pernah meminta apa pun kepada pengusaha," ungkap Krisna.

Krisna menjelaskan bahwa memang Rajesh ingin PT EKP ikut program amnesti pajak (Tax Amnesty/TA), namun atasan Handang tidak menyetujuinya.

"Dia (Rajesh) mau ikut TA, TA itu tidak diperbolehkan pimpinannya, kenapa tidak diperbolehkan pimpinannya? Menurut Pak Handang melihat dari peraturan yang ada, harusnya dia (PT EKP) boleh mengikuti TA, tapi kenapa pimpinannya itu bilang tidak boleh? Itulah yang bertentangan dengan SOP," ungkap Krisna.

Krisna mengutip penjelasan Handang bahwa pihak yang tidak boleh mengikuti program Pengampunan Pajak adalah perusahaan yang padanya sudah ditemukan bukti permulaan adanya pelanggaran pidana atau perdata.

"Setelah ditelaah dan dilihat ternyata belum sama sekali dilakukan penyelidikan oleh Pak Handang. Belum pernah dilakukan bukti permulaan tapi kenapa ditolak saat ingin TA? Kecuali sudah dilakukan bukti permulaan, ini belum dilakukan bukti permulaan tapi sudah tidak boleh oleh pimpinanya," jelas Krisna.

Akhirnya Handang pun membantu PT EKP.

"Pak Handang kapasitasnya sebagai bawahan, prajuritlah untuk membantu masalah ini, dia membantu. Pak Handang mengatakan mohon Pak Mohan datang ke kantor karena menurut Pak Handang sudah beres sudah tidak dapat dibuktikan perbuatan pidana dan sudah keluar penetapan dari pajak. Lalu Mohan mengatakan 'Apa yang saya janjikan ke Pak Handang, saya akan berikan, tapi dia (Mohan) sedang sakit, Pak Handang diminta datang ke sana," tambah Krisna.

Ia juga membantah tuduhan bahwa Handang pernah meminta uang dalam jumlah tertentu kepada Rajamohanan.

"Berapa pun jumlahnya Pak Handang tidak pernah menyebutkan, karena awalnya sudah clear yaitu dari 10 persen yang Pak Mohan janjikan," katanya.

Komisi itu adalah terkait pengurusan Surat Tagihan Pajak yang menurut Krisna keliru.

"Kewajiban (pembayaran pajak PT EKP) sebesar Rp78 miliar itu harusnya tidak ada menurut Pak Handang. Prosedur pemeriksaannya itu yang salah. Kenapa sampai muncul Rp78 miliar ini? Padahal, misalkan, dia ekspor-impor pertanian, ini kan harusnya tidak ada. Itulah yang membuat Mohan keberatan. Padahal kalau sesuai prosedur harusnya nol, makanya Pak Handang membantu," jelasnya.

Rajesh dan Handang diamankan dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi di rumah Rajesh di Springhill Residences, Kemayoran, pada Senin (21/11) sekitar pukul 20.00 WIB, saat terjadi penyerahan uang  sebesar 148.500 dolar AS atau setara Rp1,9 miliar dari Rajesh ke Handang.

Uang Rp1,9 miliar itu merupakan bagian dari total komitmen sebanyak Rp6 miliar dari Rajesh kepada Handang supaya Handang mencabut Surat Tagihan Pajak dari Pajak Pertambahan Nilai barang ekspor dan bunga tagihan tahun 2014-2015 senilai Rp78 miliar.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2016