Surabaya (ANTARA News) - Anugerah "Kartini Award" ke-13 yang diselenggarakan oleh Surabaya Plasa Hotel, akhirnya diraih oleh Desak Nyoman Suarti (49), seorang perajin perak dan pembina kesenian tradisional asal Ubud, Kabupaten Gianyar, Bali. Kartini Award itu, disampaikan oleh Walikota Surabaya Bambang DH di Surabaya, Sabtu. Suarti yang mendapatkan sejumlah uang dan piagam itu menyisihkan dua "nominee" (nominator) perempuan lainnya asal Surabaya, yakni Kastini (52) serta Purbandari (33). Ketua dewan juri dari Pusat Studi Wanita (PSW) Unair, Liestianigsih D Dayanti mengemukakan bahwa Suarti menyisihkan nominator lainnya, karena dia dianggap memiliki dedikasi yang luar biasa dalam bidangnya. "Ia telah mendorong ibu-ibu tidak mampu di daerahnya untuk belajar menabuh gamelan yang selama ini lazimnya dimainkan oleh kaum laki-laki. Ia juga mengajarkan tari Kecak dan tari Barong untuk perempuan-perempuan di daerahnya," paparnya. Selain itu, Suarti juga telah menampung anak-anak tidak mampu di daerahnya. Hasil jerih payah Suarti dalam mendidik wanita belajar kesenian, akhirnya banyak dipentaskan di luar negeri. Suarti sendiri mengemukakan, dirinya tergugah mengajarkan tari tradisional Bali setelah ia pulang dari mengajar tari di suatu perguruan tinggi di luar negeri. Ia tergugah, karena melihat masa depan kesenian tradisional Bali yang takut punah. "Kalau di luar negeri saya mengajarkan seni ini, mengapa di pulau saya tidak? Akhirnya tahun 1999 saya kumpulkan ibu-ibu ke rumah saya dan saya ajak belajar menari. Kami mendapatkan banyak tantangan karena suami mereka marah-marah, kok isterinya diajari gamelan," papar perempuan yang banyak menggunakan Bahasa Inggris itu. Akhirnya, ia mendatangi rumah-rumah mereka untuk memberikan penjelasan kepada para suaminya bahwa apa yang ia kerjakan untuk kepentingan masa depan dalam kesenian Bali yang akan memasuki globalisasi. Mereka kemudian paham. Suarti kemudian mendirikan yayasan Luh Luwih yang mewadahi perempuan untuk memainkan alat-alat seni Bali tahun 2001. Ia merupakan perempuan pekerja keras yang mencarikan sponsor dan dana, agar perempuan binaannya bisa menekuni seni. Akhirnya perempuan-perempuan binaannya itu bisa tampil di luar negeri, seperti Denmark dan Singapura. Sementara urutan kedua diraih oleh Purbandari yang lahir tahun 1974 berasal dari Surabaya. Namun menjalani masa kecil di Madiun. Ia dikenal sebagai penari topeng, sutradara dan koreografer tari tradisional yang karya-karyanya banyak bercerita tentang perempuan. Nominator ketiga adalah Kastini, seorang seniman ludruk dan pelawak yang telah berkiprah sejak tahun 1980-an. Isteri seniman Ludruk, Kartolo yang tinggal di Kupang Jaya, Surabaya itu, juga dianggap memiliki totalitas dalam menekuni bidangnya. Menurut Project Officer Kartini Award, Febi Komalasari, panitia membuka pendaftaran penganugerahan Kartini Award itu pada Maret lalu, dan ada 45 orang yang mendaftar maupun didaftarkan. Mereka diseleksi menjadi 10 besar, dan 10 orang itu mengikuti tes wawancara dari dewan juri hingga terpilih tiga orang. "Sebetulnya semua pelamar juga mempunyai nilai baik, namun juri yang berasal dari Pusat Studi Wanita Unair, akhirnya menetapkan tiga orang tersebut," tuturnya. Menurut dia, kriteria perempuan yang memenuhi syarat adalah, memiliki profesi unik, usia antara 18-60 tahun atau produktif, memiliki dedikasi tinggi, memiliki manfaat bagi orang banyak, memiliki visi dan misi jelas, mendapatkan dukungan keluarga. "Selain itu, mereka tidak meninggalkan sisi-sisi keperempuanannya serta memiliki prestasi di bidangnya," lanjutnya.(*)k

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007