Sydney, Australia (ANTARA News) - Dua kapal aktivis meninggalkan Australia menuju ke Laut Selatan untuk menghadapi armada penangkapan paus Jepang dalam pertempuran laut lepas tahunan, kata kelompok aktivis lingkungan Sea Shepherd pada Senin.

Kapal Steve Irwin milik kelompok itu berangkat ke perairan Antartika bersama kapal patroli cepat baru Ocean Warrior, yang dibuat dengan sokongan dana dari Belanda, Inggris dan lotere Swedia.

Kapal tersebut memiliki meriam air kuat dan mampu mengungguli para penangkap ikan paus, yang menurut seorang pejabat Badan Perikanan Jepang akan dilindungi oleh armada kapal patroli.

"Sea Shepherd berulang kali terlibat dalam aksi sabotase selama bertahun-tahun. Tindakan itu mengancam keselamatan awak Jepang dan kami tidak bisa menoleransinya," kata seorang pejabat yang tidak ingin menyebutkan namanya itu.

Jepang sebelumnya telah menempuh langkah hukum untuk menghentikan kampanye antipenangkapan paus itu, menyatakan bahwa para aktivis menabrak kapal mereka, menjerat baling-baling dengan tali dan mengganggu kru dengan cat dan bom bau.

Sea Shepherd memulai kampanye ke-11 untuk mengganggu perburuan tersebut, dengan armada Jepang berlayar pada 18 November, bertentangan dengan moratorium dunia terkait penangkapan ikan paus komersial dan oposisi internasional.

"Ini saatnya Jepang mematuhi Mahkamah Internasional... dan moratorium global terkait penangkapan ikan paus komersial dan mengakhiri perburuan paus ilmiah mematikan mereka di lepas pantai Antartika," kata ketua Sea Shepherd Australia, Jeff Hansen sebagaimana dikutip kantor berita AFP.

Jepang adalah penandatangan moratorium Komisi Penangkapan Paus Internasional yang diberlakukan sejak 1986.

Tapi negara itu dianggap memanfaatkan celah yang memungkinkan perburuan paus untuk tujuan penelitian ilmiah.

Tokyo mengklaim sedang berusaha membuktikan bahwa populasi paus masih cukup untuk mengembalikan praktik perburuan komersial untuk penyediaan sumber pangan tradisional.

Namun daging hasil riset ilmiahnya masih berakhir di meja makan dan disajikan sebagai makan siang murid sekolah.

Tahun 2014, Mahkamah Internasional Perserikatan Bangsa-Bangsa memerintahkan Tokyo mengakhiri perburuannya di Antartika, menyatakan telah menemukan izin yang dikeluarkan oleh Jepang " tidak untuk tujuan penelitian ilmiah."

Setelah keputusan itu Jepang membatalkan perburuannya tahun 2014-2015 namun kemudian melanjutkannya lagi dalam program baru dengan pemangkasan dua per tiga target tangkapan, mengatakan rencara yang baru benar-benar ilmiah. (mr)

Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2016