Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi XI DPR Heri Gunawan mengingatkan hati-hati terhadap kebijakan yang ingin mengubah persepsi ketergantungan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat agar jangan sampai menimbulkan persepsi ketergantungan baru kepada mata uang negara lainnya.

"Permintaan Presiden Jokowi untuk mengubah persepsi ketergantungan rupiah terhadap dollar AS jangan sampai menimbulkan persepsi baru bahwa ekonomi kita sedang diarahkan untuk bergantung ke negara lain," kata Heri Gunawan dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu.

Menurut politisi Fraksi Partai Gerindra itu, nilai ekspor Indonesia yang rendah ke AS tidak harus direspon dengan mengubah persepsi tersebut.

Dia mengingatkan bahwa meski ekspor ke Amerika Serikat tidak setinggi ke sejumlah negara lainnya, tetapi neraca perdagangan dengan AS selalu mengalami surplus.

Sedangkan neraca perdagangan Indonesia dengan mitra perdagangan utama, yaitu China, selalu mengalami defisit.

Heri Gunawan berpendapat bahwa upaya paling efektif untuk menghindari ketergantungan persepsi rupiah terhadap mata uang lain adalah dengan meningkatkan kemandirian ekonomi bangsa.

"Semakin kita bergantung ke suatu negara, maka naik-turunnya rupiah juga akan sangat dipengaruhi oleh dinamika ekonomi di negara tersebut," paparnya.

Dengan meningkatkan kemandirian ekonomi nasional selaras dengan nilai Pancasila serta yang ada dalam UUD 1945, maka mata uang nasional tidak lagi bergantung persepsinya kepada mata uang negara lainnya.

Sebagaimana diwartakan, ajakan Presiden Joko Widodo agar fundamental ekonomi Indonesia tidak hanya diukur dari kurs rupiah terhadap dolar AS, melainkan terhadap mata uang negara maju lainnya cukup realistis dan memungkinkan, namun membutuhkan cukup waktu dan konsensus bersama.

"Misalnya mata uang lain ingin menjadi acuan dalam transaksi perdagangan, itu memerlukan proses yang lama. Perkiraan saya, dua atau tiga dekade dan tidak mudah," kata Presiden Direktur Institute for Development of Economic and Finance (INDEF) Didiek J. Rachbini.

Menurut Didiek, dalam pernyataannya, Presiden ingin mengajak pelaku pasar untuk memandang kondisi ekonomi domestik secara komprehensif dan proposional, tidak melulu melalui patokan kurs dollar Amerika Serikat (AS). Hal itu karena transaksi perdagangan antara Indonesia dengan AS juga bukan yang terbesar.

Amerika Serikat, menurut Presiden (6/12) merupakan mitra dagang yang hanya berkontribusi 9-10 persen dari keseluruhan nilai perdagangan mancanegara Indonesia.

Di atas AS, masih ada Tiongkok yang menggunakan mata uang Yen Renmimbi, dengan kontribusi 15,5 persen ke perdagangan luar negeri Indonesia, kemudian Eropa (Euro) 11,4 persen, dan Jepang (Yen) sebesar 10,7 persen.

Pewarta: Muhammad Razi Rahman
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016