Paris (ANTARA News) - Kementerian Luar Negeri Prancis pada Kamis (15/12) menyatakan penyelidikan mengenai kecelakaan Pesawat MS804 Egyptair dalam penerbangan dari Paris ke Kairo "akan dilanjutkan untuk memastikan penyebab sesungguhnya kecelakaan itu".

Sebagaimana kasusnya sejak tragedi itu, "Prancis dan ahlinya tetap mendukung Pemerintah Mesir guna memberi sumbangan bagi penyelidikan ini", kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Prancis Quai dOrsay di dalam satu pernyataan.

Pada Kamis pagi, komite penyelidikan Mesir mengungkapkan bahwa jejak peledak telah ditemukan di jenazah beberapa korban, dan menambahkan laporan itu dikirim ke Kantor Jaksa Penuntut Umum.

Kementerian Penerbangan Sipil Mesir pada Kamis mengatakan di dalam siaran pers bahwa komite tersebut yang menyelidiki kecelakaan itu akan menyerahkan kasus tersebut kepada Jaksa Penuntut Umum untuk penelitian kemungkinan tindak pidana.

Pesawat itu hilang dari radar pada 19 Mei dalam penerbangan dari Paris ke Kairo dan jatuh di Laut Tengah, sekitar 290 kilometer di sebelah utara Kota Pantai Iskandariyah, sehingga menewaskan 66 orang di dalamnya.

Pada Juli, Komite Penyelidikan menyatakan kecelakaan tersebut disebabkan oleh api di dalam pesawat setelah penyelidikan kotak hitam.

"Prancis berharap penyerahan laporan ini kepada Kantor Jaksa Penuntut Umum akan membuka jalan bagi pengembalian kerangka korban ke keluarga mereka secepat mungkin," kata Kementerian Luar Negeri Prancis, sebagaimana dikutip Xinhua, Jumat pagi.

Satu pesawat Rusia jatuh di Sinai, Mesir, pada Oktober 2015, sehingga menewaskan seluruh 224 orang di dalamnya.

Rusia saat itu mengatakan serangan bom menjatuhkan jet penumpang tersebut, sedangkan Presiden Mesir Abdel-Fattah As-Sisi mengatakan secara terbuka pelaku teror telah berada di belakang kecelakaan pesawat itu.

Cabang kelompok IS regional, yang berpusat di Sinai, telah mengaku bertanggung-jawab atas kecelakaan pesawatn Rusia tersebut, meskipun itu telah ditentang dengan keras oleh Mesir dan Rusia.

Kegiatan teror di Mesir menewaskan ratusan polisi dan prajurit sejak militer mendepak presiden Mohammed Moursi, dari kubu Islam, pada Juli 2013, sebagai reaksi atas protes massa terhadap satu tahun kekuasaannya.

(Uu.C003)

Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2016