... akan mengundurkan diri bila saya terlibat merekayasa. Kalau ada bukti bahwa ini rekayasa, tunjukkan buktinya. Kami akan lakukan tindakan tegas!...
Jakarta (ANTARA News) - Tidak kurang Kepala Kepolisian Indonesia, Jenderal Polisi Tito Karnavian, menegaskan, siap dicopot dari jabatan bila terbukti merekayasa pengungkapan kasus jaringan terorisme Bahrun Naim, di Bekasi, Jawa Barat, dan daerah lain di Tanah Air.

Karnavian, yang karirnya banyak dia lalui di dunia reserse, menyayangkan sejumlah pihak yang mensinyalir pengungkapan kasus terorisme itu merupakan rekayasa.

Berbicara kepada pers, di Markas Besar Kepolisian Indonesia, di Jakarta, Jumat, Karnavian mengatakan, bila ada pihak memiliki bukti pengungkapan jaringan terorisme di Bekasi itu rekayasa maka ia meminta pihak-pihak itu membuktikan hal itu.

"Saya akan mengundurkan diri bila saya terlibat merekayasa. Kalau ada bukti bahwa ini rekayasa, tunjukkan buktinya. Kami akan lakukan tindakan tegas! Kalau seandainya tidak ada bukti rekayasa, tolong pertanggungjawabkan ucapan itu (rumor pengalihan isu). Yang kami kerjakan, murni penyelidikan berbulan-bulan," katanya.

Polisi, katanya, meminta sejumlah pihak untuk tidak asal beropini tanpa memiliki fakta dan data yang kuat.
"Jangan ngomong tanpa data, hanya berdasar opini saja. Kasihan aparat kita yang bekerja keras," katanya.

Kemarin, anggota Komisi X DPR, Eko Purnomo alias Eko Patrio, diundang Markas Besar Kepolisian Indonesia untuk memberi penjelasan atas komentarnya di media sosial, bahwa pengungkapan jaringan terorisme di Bekasi itu upaya pengalihan isu. 

Atas pelayangan surat undangan dari polisi itu, beberapa pihak menyatakan itu langkah reaktif Markas Besar Kepolisian Indonesia atas suatu komentar di ruang publik. Salah satu yang berkata demikian adalah Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah, sebagaimanana dinyatakan media massa ternama Indonesia. 

Karnavian menyatakan, "Tolong masyarakat jangan mudah terpengaruh, jangan mudah berkomentar ini pengalihan isu. Kalau ada bukti bahwa ini rekayasa, tunjukkan buktinya itu, kami akan lakukan tindakan tegas."

Pada Sabtu (10/12), Detasemen Khusus 88 Anti Teror Kepolisian Indonesia menangkap tiga terduga teroris, MNS dan AS (laki-laki) serta DYN (perempuan). 

Penangkapan itu terjadi beberapa hari sebelum gelaran sidang perdana kasus dugaan penistaan agama, dengan terdakwa Basuki Purnama, yang juga kontestan Pilkada DKI Jakarta 2017. 

MNS dan AS ditangkap di jalan layang Kalimalang, Bekasi. Sementara DYN ditangkap di rumah kontrakan di Jalan Bintara Jaya 8 Bekasi, Jawa Barat.

Polisi menemukan barang bukti bom rakitan di dalam penanak nasi elektronik (rice cooker) di kamar 104 kontrakan tiga lantai itu. Tim Gegana Polda Metro Jaya meledakkan satu dari tiga bom aktif yang ditemukan di tempat kejadian perkara, Sabtu malam (10/12).

Sedangkan terduga teroris berinisial S alias Abu Iza ditangkap di daerah Sabrang Kulon Matesih, Kabupaten Karanganyar, Solo, Jawa Tengah, pada hari yang sama. Dari hasil pemeriksaan, diketahui jaringan MNS diduga hendak mengebom Istana Negara, Jakarta, Minggu pagi (11/12).

"Skenarionya, pada Minggu (11/12) pagi, MNS dan AS mengantar Saudari DYN ke Masjid Istiqlal. Kemudian DYN berjalan kaki sendirian ke Istana," kata Kepala Bagian Kemitraan Biro Penerangan Masyarakat Kepolisian Indonesia, Komisaris Besar Polisi Awi Setiyono.

DYN rencananya menjadi calon "pengantin" dalam aksi amaliyah itu. Rencananya aksi itu menargetkan momen pergantian personel Pasukan Pengamanan Presiden Markas Besar TNI, di Istana Merdeka, Jakarta Pusat.

Hingga saat ini, 11 orang ditangkap polisi di berbagai daerah terkait jaringan MNS. Ke-11 orang  itu disinyalir berbaiat pada ISIS.

Pewarta: Anita Dewi
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2016